Logo Bloomberg Technoz

Berdasarkan penelitian yang dilakukan saat ini, lanjut dia, mikroplastik tersebut bisa menyebabkan peradangan kronis pada saluran nafas atau usus hingga gangguan hormon.

“Akibat bahan kimia aditif plastik seperti BPA [Bisphenol A] misalnya,” ucap dia.

Selain itu, Dicky mengungkapkan paparan mikroplastik juga berisiko menyebabkan penyakit kardiovaskuler atau gangguan pada jantung dan pembuluh darah. Sebab, jelas dia, mikroplastik bersifat toksik karena partikel tersebut bisa mengandung logam berat dan mikroba sehingga membahayakan bagi manusia.

“Plastik itu juga menjadi perantara bagi sebaran penyakit ya patogen karena dia bisa nempel di situ dan ini artinya juga sama seperti polutan yang bisa memperburuk situasi penyakit, artinya memperparah,” tegas Dicky.

Saran Bagi Pemerintah

Lebih lanjut, Dicky menyarankan pemerintah mulai mengurangi sampah plastik dari hulunya yakni membatasi penggunaan plastik sekali pakai hingga mendorong penggunaan plastik berbahan alami atau biodegradable.

Kemudian, dia menyarankan pemerintah menggencancar pengembangan filltrasi air melalui sistem pengelolaan air hujan dan limbah yang ramah lingkungan, agar mikroplastik berhenti bersirkulasi.

Terakhir, Dicku mendorong pemerintah meningkatkan literasi masyarakat untuk menghentikan aktivitas pembakaran dan pembuangan sampah secara sembarangan, mengurangi penggunaan deterjen dan kosmetik yang mengandung mikroplastik, serta menyarakan masyarakat menggunakan pakaian berbahan katun alami untuk mengurangi pelepasan serat sintetis.

“Secara umum kesimpulan dari temuan ini mikroplastik di air hujan ini menunjukkan bahwa pencemaran plastik sudah jadi masalah udara dan kesehatan masyarakat, jadi bukan hanya di laut dan darat tapi juga ini memerlukan pendekatan yang komprehensif dan harus dilakukan sejak sekarang sebelum situasi menjadi amat sangat lebih buruk,” tutup Dicky.

Sebelumnya, Peneliti BRIN Muhammad Reza Cordova menjelaskan bahwa penelitian yang dilakukan sejak 2022 menunjukkan adanya mikroplastik dalam setiap sampel air hujan di Jakarta. Partikel plastik mikroskopis tersebut terbentuk dari degradasi limbah plastik yang melayang di udara akibat aktivitas manusia.

“Mikroplastik ini berasal dari serat sintetis pakaian, debu kendaraan dan ban, sisa pembakaran sampah plastik, serta degradasi plastik di ruang terbuka,” jelas Reza, melalui keterangan resmi.

Rata-rata, peneliti menemukan sekitar 15 partikel mikroplastik per meter persegi per hari pada sampel hujan di kawasan pesisir Jakarta.

“Yang beracun bukan air hujannya, tetapi partikel mikroplastik di dalamnya karena mengandung bahan kimia aditif atau menyerap polutan lain,” kata Reza.

(azr/spt)

No more pages