Logo Bloomberg Technoz

Prabowo Sebut Tambang Ilegal di Babel Rugikan Negara Rp300 T

Dovana Hasiana
06 October 2025 14:00

Presiden Prabowo saat Penyerahan Aset Rampasan Negara dari Tambang Ilegal kepada PT Timah Tbk. di Pangkal Pinang, Senin (6/10/2025). (Youtube Setpres)
Presiden Prabowo saat Penyerahan Aset Rampasan Negara dari Tambang Ilegal kepada PT Timah Tbk. di Pangkal Pinang, Senin (6/10/2025). (Youtube Setpres)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto mengungkap praktek tambang ilegal timah di wilayah Bangka Belitung telah merugikan negara hingga Rp300 triliun. Angka ini berasal dari perhitungan potensi kerugian negara dari praktik ilegal enam perusahaan smelter di wilayah tersebut.

"Kita bisa bayangkan kerugian negara dari enam perusahaan ini aja; kerugian total potensi Rp300 triliun. Kerugian negara udah berjalan Rp300 triliun. Ini kita hentikan," kata Prabowo dikutip, Senin (06/10/2025).

Kerugian negara tersebut terungkap saat Kejaksaan Agung mengusut kasus korupsi tata kelola niaga pada wilayah IUP PT Timah Tbk periode 2015-2022. Dalam kasus tersebut, korps Adhyaksa menetapkan lima perusahaan atau korporasi smelter di Bangka Belitung sebagai tersangka. Lima perusahaan tersebut antara lain, PT Refined Bangka Tin (RBT); PT Stanindo Inti Perkasa (SIP); PT Sariwiguna Bina Sentosa (SB); CV Venus Inti Perkasa (VIP); dan PT Tinindo Inter Nusa (TIN). 


Berdasarkan catatan Kejaksaan Agung, PT Timah Tbk memiliki wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang mencakup area darat dan laut di wilayah Bangka, Belitung, Pulau Kundur, Kepulauan Riau, dan sebagian Provinsi Riau dengan total luas wilayah IUP darat sekitar 288.000 hektare. Namun, tingkat produksi PT Timah Tbk tidak sebanding dengan produksi smelter swasta yang ada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Berdasarkan hasil penyidikan, salah satu penyebab rendahnya produksi PT Timah Tbk adalah banyaknya penambangan ilegal di dalam wilayah IUP PT Timah.

Penyidik Kejaksaan kemudian meminta ahli lingkungan hidup serta badan pengawasan keuangan dan pembangunan (BPKP) untuk menghitung potensi kerugian negara dalam kasus tersebut. Keduanya pun menetapkan kerugian dalam kasus tersebut mencapai Rp300,3 triliun; yang terdiri dari kerusakan alam sebesar Rp271 triliun; dan Rp29 triliun dari kerugian PT Timah Tbk.