Di sisi lain, Bahlil mengatakan, BPH Migas saat ini telah mengawasi distribusi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang nilainya sekitar Rp140 triliun hingga Rp160 triliun per tahun.
Menurut Bahlil, subsidi untuk LPG 3 kg digelontorkan sekitar Rp80 triliun hingga Rp87 triliun setiap tahunnya.
Dengan begitu, Bahlil memandang distribusi LPG bersubsidi juga perlu diawasi oleh lembaga independen, sebab nilai subsidi yang diberikan untuk LPG 3 Kg terbilang cukup besar.
“Karena itu ke depan, subsidi ini harus kita jaminkan dan kita pastikan untuk tepat sasaran,” ungkap Bahlil.
Sebelumnya, Bahlil sempat menyatakan akan berkonsultasi dengan Presiden Prabowo Subianto terlebih dahulu apakah perlu membentuk badan baru atau menambah tugas bagi BPH Migas demi mengawasi distribusi Gas Melon.
Didesak Pakar
Ekonom dari Universitas Andalas Syafruddin Karimi berpendapat praktik overkuota yang terjadi selama ini menunjukkan lemahnya kontrol di lapangan dan koordinasi antarinstansi ihwal penyaluran LPG 3 Kg.
Dengan begitu, dia mendesak agar BPH Migas mengawasi pendistribusian LPG 3 Kg bersubsidi, guna mencegah berlanjutnya praktik kelebihan kuota subsidi.
“Tanpa pemanfaatan teknologi dan integrasi dengan aparat penegak hukum, potensi keberhasilan pengawasan BPH Migas akan sangat terbatas,” kata Syafruddin, Jumat (22/8/2025).
Dia menyebut banyak daerah melaporkan distribusi melampaui kuota resmi yang pada akhirnya membebani anggaran dan menimbulkan distorsi harga.
Untuk itu, penugasan BPH Migas sebagai pengawas distribusi LPG 3 Kg dipandang bisa mempersempit kemungkinan terjadinya kelebihan kuota subsidi.
Akan tetapi, pengawasan tersebut dinilai baru akan efektif jika BPH Migas mampu memastikan pihak yang berhak membeli LPG 3 Kg dan mengintegrasikannya dalam sistem digital.
Adapun, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, BPH Migas memiliki wewenang melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap penyediaan dan pendistribusian BBM dan gas bumi melalui pipa pada kegiatan usaha hilir migas.
Dalam Pasal 46 ayat (3) UU Nomor 22 Tahun 2001, tertulis tugas badan pengatur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi pengaturan dan penetapan mengenai ketersediaan dan distribusi bahan bakar minyak, cadangan BBM nasional, pemanfaatan fasilitas pengangkutan dan penyimpanan bahan bakar minyak, tarif pengangkutan gas bumi melalui pipa, harga gas bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil, serta pengusahaan transmisi dan distribusi gas bumi.
Artinya, belum ada fungsi pengawasan terhadap distribusi LPG 3 Kg yang notabene merupakan barang bersubsidi bagi BPH Migas. Selama ini, pengawasan distribusi ‘Gas Melon’ dilakukan langsung oleh PT Pertamina melalui Subholding Commercial and Trading PT Pertamina Patra Niaga.
Meski demikian, mengawasi distribusi Gas Melon bukan barang baru bagi BPH Migas. Sejak subsidi minyak tanah dikonversi menjadi LPG 3 Kg, sudah ada badan pengatur yang mengawasi pendistribusian gas subsidi tersebut.
Dalam Pasal 18 Permen ESDM No. 21/2007 disebutkan daerah yang telah dilaksanakan program pengalihan minyak tanah ke LPG tabung 3 Kg akan dilakukan pengurangan volume minyak tanah yang pelaksanaannya dikoordinasikan dengan instansi terkait dan Badan Pengatur.
(naw)






























