Washington Post dan Times of Israel melaporkan, berdasarkan proposal tersebut, Hamas akan membebaskan 48 sandera, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal, dalam waktu 48 jam. Operasi militer Israel akan dihentikan dan pasukannya akan ditarik secara bertahap. Israel akan setuju untuk membebaskan tahanan Palestina dan mengizinkan lebih banyak bantuan masuk ke Gaza.
Di sisi lain, Hamas akan melucuti senjata dan tidak memiliki peran dalam pemerintahan wilayah Palestina. Pemerintahan transisi akan dibentuk, dan rencana untuk menderadikalisasi sekolah dan masjid akan disusun.
Pejabat Israel menolak untuk mengonfirmasi atau membantah rincian tersebut. Pejabat Israel senior, yang berbicara dengan syarat anonim, menyebut beberapa poin yang dilaporkan sebagai balon uji coba palsu.
Pembicaraan ini berlangsung saat Israel mengintensifkan serangannya ke Kota Gaza, ibu kota de facto wilayah tersebut, dengan dalih menghancurkan sisa-sisa basis militer Hamas.
Pasukan Israel telah mengusir 700.000 dari 1 juta penduduk kota tersebut, dan menghancurkan gedung-gedung pencakar langit yang diklaim berisi persenjataan Hamas, serta terowongan tempat pejuang Hamas beroperasi.
Pasukan darat Israel semakin masuk ke dalam Kota Gaza pada Minggu malam, mencapai sekitar 1 kilometer dari rumah sakit utama di jantung kota, menurut kesaksian saksi dan rekaman media sosial, yang memperlihatkan tank dan kendaraan militer di area pusat.
Menurut Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas, perang, yang akan genap dua tahun pekan depan ini, telah menewaskan sekitar 66.000 warga Palestina.
Penduduk Gaza telah berulang kali terpaksa mengungsi dan menghadapi kondisi hidup dan kesehatan yang mengerikan serta kekurangan makanan yang parah. Badan yang didukung PBB menyatakan adanya kelaparan di sebagian wilayah Gaza sebulan lalu.
Pejabat senior Israel, yang memberi briefing pada editor AS, mengatakan ada lima syarat yang diusulkan Israel untuk mengakhiri perang: Hamas melucuti senjata; semua sandera dikembalikan; Gaza didemiliterisasi; Israel mengendalikan keamanan; dan pembentukan pemerintahan yang tidak berasal dari Hamas maupun Otoritas Palestina, yang menguasai sebagian wilayah Tepi Barat.
Syarat-syarat ini bertentangan dengan apa yang selama ini dituntut Hamas, termasuk penarikan penuh pasukan Israel dan tidak ada pelucutan senjata.
Perhatian terhadap penderitaan rakyat Palestina sangat tinggi pada pertemuan tahunan Majelis Umum PBB di New York pekan lalu, di mana 10 negara, termasuk Prancis, Inggris, dan Kanada, bergabung dengan mayoritas anggota mengakui negara Palestina sekaligus mengecam tindakan Israel di Gaza dan Tepi Barat.
AS dan Israel menentang keras, menuduh pengakuan tersebut merupakan penghargaan bagi terorisme, mengingat serangan Hamas pada Oktober 2023 terhadap Israel memicu perang. Serangan kelompok itu menewaskan 1.200 orang dan menculik 250 orang.
Israel memandang Hamas sebagai bagian dari poros Iran yang terus-menerus berusaha menghancurkannya. Oleh karenanya, negara Yahudi itu berpendapat bahwa perang harus dilanjutkan hingga Hamas hancur.
Sebagian besar dunia memandang serangan Israel sebagai sesuatu yang lain—tindakan balas dendam yang tidak proporsional dan telah kehilangan legitimasi. Hal ini membedakan Hamas dan Otoritas Palestina yang lebih moderat.
Sekitar 159 negara kini mendukung gagasan negara Palestina dan menggunakan dorongan diplomatik untuk menekan Israel agar menghentikan perang.
Israel, yang selama beberapa tahun juga terbuka terhadap negara Palestina, kini menganggapnya sebagai kutukan, berisiko menghadapi serangan serupa yang terjadi pada 7 Oktober dan hanya menimbulkan sedikit perbedaan di antara faksi-faksi Palestina.
Israel juga telah bergerak signifikan ke arah kanan dalam tiga tahun terakhir. Negara di bawah pemerintahan koalisi yang dipimpin Netanyahu itu mencakup nasionalis pemukim yang ingin mencaplok Gaza dan Tepi Barat, wilayah sekitar 600.000 pemukim Israel tinggal di antara 3 juta warga Palestina.
Pekan lalu, Trump mengatakan tidak akan mengizinkan Israel mencaplok Tepi Barat. Pejabat senior Israel pada Jumat menolak mengomentari pernyataan Trump, meski sejumlah menteri Israel telah menyerukan aneksasi sebagai respons atas dukungan dunia internasional terhadap negara Palestina dan isolasi Israel.
Di antara mereka yang terlibat dalam merancang rencana perdamaian Gaza adalah mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair, utusan khusus AS Steve Witkoff, dan menantu Trump, Jared Kushner.
(bbn)

































