Kemudian, draf RUU itu juga mengubah Pasal 86 ayat (4). Poin itu sebelumnya menyatakan DK LPS melaporkan rencana kerja dan anggaran (RKA) tahunan kepada Menteri Keuangan, kini diubah menjadi kepada DPR.
"Ketua Dewan Komisioner menyampaikan rencana kerja dan anggaran tahunan untuk kegiatan operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a kepada DPR untuk mendapat persetujuan," bunyi poin perubahan itu.
Selain itu, draf UU baru tersebut juga mengubah Pasal 48 ayat (1), sekaligus menambahkan poin baru yakni angka 28a. Dalam poin itu, ada sebanyak 6 poin persyaratan pejabat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) dapat diberhentikan.
Salah satu poinnya yakni Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) dapat diberhentikan oleh Presiden berdasarkan "hasil evaluasi DPR dalam rangka tindak lanjut pelaksanaan fungsi pengawasan", bunyi poin (f) dalam sisipan pasal tersebut.
Draf itu juga disebut berpotensi mengikis independensi otoritas moneter. Itu tertuang dalam Pasal 7 ayat (2), yang tercantum BI memiliki peranan baru, yakni "menciptakan lingkungan ekonomi yang kondusif bagi pertumbuhan sektor riil dan penciptaan lapangan kerja".
Dalam bagian lampiran penjelasan, peran tambahan BI itu dilaksanakan dengan melakukan sinergi kebijakan moneter dengan kebijakan fiskal dan sektor riil pemerintah sehingga bisa mendorong lingkungan ekonomi yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.
"Antara lain melalui terwujudnya iklim investasi, digitalisasi, daya saing ekspor, produktivitas sektor riil, pemberdayaan ekonomi masyarakat, serta pengembangan ekonomi inklusif dan hijau," lanjut penjelasan ayat (2) Pasal 7 itu.
(lav)


































