Dini hari tadi waktu Indonesia, ada kabar yang sejatinya bisa mengerek harga emas. The Fed memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,4,25%.
“Permintaan tenaga kerja melambat. Laju penciptaan lapangan kerja pun sepertinya di bawah kebutuhan untuk menjaga tingkat pengangguran tetap konstan. Saya tidak lagi bisa bilang (pasar tenaga kerja) sangat solid,” ungkap Gubernur The Fed Jerome ‘Jay’ Powell dalam konferensi pers usai rapat Komite Pengambil Kebijakan (Federal Open Market Committee/FOMC), seperti dikutip dari Bloomberg News.
Selain itu, The Fed juga merilis proyeksi arah suku bunga acuan dalam dot plot terbaru. Terlihat bahwa kemungkinan ada dua kali lagi penurunan suku bunga acuan tahun ini. Bertambah satu dibandingkan dot plot Juni.
Keputusan The Fed sejalan dengan ekspektasi pasar. The Fed yang dovish dan kebijakan moneter longgar semestinya menjadi sentimen positif bagi emas.
Sebab, emas adalah aset yang tidak memberikan imbal hasil (non-yielding asset), Memegang emas akan lebih menguntungkan saat suku bunga turun.
Akan tetapi, rasanya investor mengambil posisi profit taking seiring The Fed yang tidak memberikan kejutan. Buy on rumour, sell on news. Begitu The Fed mengumumkan kebijakan yang selaras dengan ekspektasi, aksi jual pun terjadi.
Menjual emas sekarang juga niscaya memberi banyak keuntungan. Apalagi harga aset ini baru saja mencetak rekor tertinggi sepanjang masa.
Dalam sebulan terakhir, harga emas masih melesat 10,42% secara point-to-point. Sepanjang 2025 (year-to-date), harga meroket 39,57%.
Oleh karena itu, emas akan selalu dihantui oleh risiko profit taking. Kala ini terjadi, harga akan turun seiring tekanan jual.
(aji)

























