Dia menyebut pelibatan seluruh pemangku kepentingan laut menjadi kunci efektivitas Satgas, mengingat area kerja mereka mencakup perbatasan laut nasional sepanjang 13.000 kilometer.
Di sisi lain, dia menyampaikan Indonesia telah mencoba bekerja sama dengan Vietnam terkait budidaya lobster selama satu setengah tahun terakhir, namun hasilnya dinilai tidak maksimal.
Dengan demikian, KKP memutuskan untuk menghentikan kerja sama dan menutup keran ekspor benih bening lobster agar proses ke depannya dapat menjadi lebih baik.
Ditemui terpisah, Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP Pung Nugroho Saksono menambahkan pihaknya telah menghentikan penerbitan izin ekspor BBL.
Dia mensinyalir moratorium tersebut akan berlaku permanen seiring keberhasilan budidaya lobster di Indonesia.
“Sejauh kita masih bisa memanfaatkan BBL untuk budidaya di dalam negeri secara mandiri dan hasilnya bisa lebih hebat dari negara lain, tidak perlu ekspor BBL. Kami hanya akan buka ekspor untuk lobster yang sudah berukuran besar,” ujar Pung.
Hal itu tercermin dari fasilitas produksi pembesaran lobster di Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Batam, Kepulauan Riau. Fasilitas tersebut sudah melakukan panen perdana sekitar 1,7 ton lobster pada Rabu (10/9/2025), yang dihadiri Wakil Presiden Gibran Rakabuming, Ketua Komisi V DPR Titiek Soeharto, dan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono.
Berdasarkan data KKP, program modeling budidaya lobster telah dimulai sejak akhir 2024 dengan menebar total 33.143 ekor benih lobster di unit pendederan. Tingkat kelangsungan hidup (survival rate) mencapai lebih dari 80% sebelum dipindahkan ke keramba jaring apung (KJA) untuk tahap pembesaran. Hasilnya, sebagian besar lobster berhasil tumbuh dengan ukuran konsumsi ideal.
(ain)

































