Logo Bloomberg Technoz

Alih-alih membatasi durasi izin impor atau memaksa BU swasta membeli BBM dari perusahaan milik negara, pemerintah dinilai seharusnya mendorong agar bisnis tersebut tidak dimonopoli oleh Pertamina.

Menurutnya, persaingan usaha bagi SPBU perlu dilakukan untuk mempercepat perbaikan, kualitas pelayanan dan produk SPBU, hingga inovasi; khususnya dari sisi harga.

“Kalau sama sekali enggak ada kompetisi ya kita enggak bisa mem-push. Tidak ada dorongan untuk berinovasi, memperbaiki diri dari sisi harga juga karena enggak ada saingan kan,” ujarnya. 

Durasi Impor

Moshe pun mempertanyakan ihwal isu durasi izin impor BBM yang diperpendek menjadi per enam bulan dari sebelumnya satu tahunan. Kondisi tersebut, kata dia, ditafsirkannya sebagai tindakan untuk menghalangi impor minyak oleh BU swasta.

“Jangan mau bilang mau menekan impor, tetapi dengan kita [malah] menghalangi impor. Mau menekan impor dengan apa? Produksi di dalam negeri ditingkatkan, dengan sendirinya pasti impor turun, otomatis itu. Jadi kita enggak usah takut,” tuturnya.

Dia menggarisbawahi Pertamina sendiri tidak akan mampu untuk memenuhi permintaan BBM SPBU swasta tersebut. Perusahaan pelat merah itu dinilai akan mengutamakan untuk memenuhi kebutuhan konsumennya sendiri.

Toh, lanjut Moshe, Pertamina sendiri hingga saat ini  telah menjadi net importer alias pengimpor minyak maupun BBM selama lebih dari satu dekade. Bahkan, impor minyak terus membumbung setiap tahunnya.

“Ini kan kita jauh di bawah dari permintaan produksi dalam negerinya. Mau itu di hulu dan hilir. Importir migas terbesar di Indonesia kan di Pertamina,” imbuhnya. 

Suasana sepi di SPBU BP-AKR di jalan Perdatam Pancoran, Jakarta, Rabu (27/8/2025). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)


Di sisi lain, pemerintah memang tengah membangun sejumlah kilang melalui Danantara untuk meningkatkan produksi siap jual atau lifting minyak. Akan tetapi, proyek itu baru bisa terealisasi setidaknya lima tahun mendatang. 

Enggak mudah, dan enggak instan itu. Sampai sekarang belum jalan juga [pembangunan] kilang. Produksi hulunya turun terus, produksi hilirnya juga enggak naik-naik gitu kan,” jelasnya. 

Sekadar catatan, hadirnya SPBU swasta di Indonesia tidak lepas dari adanya reformasi Undang-Undang Minyak dan Gas (Migas) dengan berlakunya Undang-undang No. 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas).

UU tersebut memberikan liberalisasi di sektor hilir migas Tanah Air, sehingga menjadikan perusahaan pelat merah Indonesia harus berkompetisi dengan perusahaan-perusahaan migas lainnya secara sehat dan wajar.

SPBU Shell di Indonesia pada akhirnya meluncur sebagai SPBU swasta pertama di Tanah Air pada 1 November 2005. Lokasinya ditempatkan di Lippo Karawaci, Tangerang, Banten.

Kemunduran

Senada, Direktur Utama Petrogas Jatim Utama Cendana (PJUC) Hadi Ismoyo juga menilai arahan pembelian BBM oleh SPBU swasta ke Pertamina merupakan sinyal persaingan usaha yang tidak sehat. 

“Dalam bahasa Jawa, ada peribahasa ‘diculke endhase, digondeli buntute' [dilepas kepalanya, dipegang atau ditarik ekornya]. Enggak sehat sama sekali. Kemunduran dalam membuat kebijakan terbuka,” tuturnya.

Lebih jauh, Hadi menilai tidak ada perusahaan besar yang terkenal seperti Shell dan BP-AKR, mau menjual produk perusahaan lain yang sejenis. Perusahaan migas tersebut, membangun brand image atau persepsi merek dan loyalitas mereka selama puluhan tahun.

Dalam dunia industri, menurutnya, hal itu sama saja dengan pengkhianatan terhadap loyalitas konsumen.

“Namun bagi suatu company itu trademark dan keunggulannya dari sisi performa produk mereka. Sulit mereka menjual sesuatu yang beda spek dengan yang selama ini dijual,” jelasnya.

Hadi berpendapat kondisi tersebut akan merugikan perusahaan swasta karena tidak sesuai dengan nilai-nilai dan spirit perusahaan. 

“[Bagi] company besar, brand image itu sangat penting. Kalau menjual produk lain dengan spek lain, jelas jangka panjangnya brand image mereka damage,” imbuhnya.

Dihubungi terpisah, Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso mengatakan Pertamina pada prinsipnya akan menjalankan arahan pemerintah. Adapun, mekanisme pembelian BBM oleh pihak swasta hingga kini masih dalam pembahasan.

“Pertamina juga berkomitmen memberikan layanan terbaik kepada masyarakat dalam penyediaan energi seperti bahan bakar. Mekanismenya masih dalam pembahasan,” ujarnya.

Pendangkalan Alur Pelabuhan Pulau Baai, Pertamina Antisipasi Pasokan BBM Bengkulu dari Tiga Terminal BBM (Dok. Pertamina)

Sebelumnya, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung memastikan badan usaha (BU) hilir migas yang membeli dari kilang milik Pertamina akan mendapatkan BBM sesuai spesifikasi atau standar masing-masing perusahaan.

“Itu bagian dari sinkronisasi,” kata Yuliot saat ditemui di kompleks parlemen, usai rapat dengan Komisi XII DPR RI, Rabu (3/9/2025).

“Kalau dari sisi spesifikasi, ini [menyesuaikan dengan] spek yang diperlukan oleh badan usaha. Jadi kilang Pertamina itu harus bisa memenuhi standar yang diperlukan oleh badan usaha,” tegasnya.

Menurut Yuliot, standar bensin RON 92, 95, dan 98 yang dijual di SPBU Pertamina dan swasta sebenarnya tidak jauh berbeda. Dia menyebut faktor yang membedakan hanyalah pewarnaan.

Wacana badan usaha swasta membeli BBM dari Pertamina berawal dari ucapan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia. Bahlil menegaskan, secara peraturan juga disebutkan bahwa SPBU swasta yang belum mendapatkan alokasi BBM sesuai kebutuhan dapat membeli di Pertamina. 

Nah, kalau ada yang masih kurang [swasta] ya silakan lah beli juga di Pertamina. Kan Pertamina juga barangnya ada. [Pertamina] dia kan punya kilang, dia punya KPI [Kilang Pertamina Internasional],” kata Bahlil ditemui di Kementerian ESDM, Jumat (29/8/2025).

(mfd/wdh)

No more pages