Tak Bisa Instan
Bagaimanapun, dia menilai proses pembelian BBM tersebut membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Ketika SPBU swasta membeli BBM dari Pertamina, maka tidak serta-merta produk tersebut akan tersedia.
“Prosesnya juga enggak sekilat itu. Request terus minggu depan langsung dikirim dengan spek yang sesuai,” ujarnya.
Bahkan, kata dia, proses pembelian BBM ke Pertamina tersebut bisa memakan waktu bulanan. Hal itu tergantung dengan permintaan hingga kapasitas yang tersedia di kilang Pertamina.
“Namun, kondisinya juga tergantung permintaannya seperti apa. Tergantung kapasitas Pertamina seperti apa antara buyer sama seller-nya. Bisa seminggu, bisa sebulan, bisa dua bulan,” tuturnya.
Lebih jauh, Moshe berpendapat kilang Pertamina tidak akan mampu memenuhi spesifikasi BBM Shell atau BP. Apalagi, Pertamina sendiri hingga saat ini telah menjadi net importer alias pengimpor minyak maupun BBM selama lebih dari satu dekade. Bahkan, impor minyak terus membumbung setiap tahunnya.
Moshe menyebut kebutuhan BBM RI setiap hari mencapai 1,6 juta barel per hari (bph), sedangkan kapasitas kilang Pertamina hanya mencapai 800.000—900.000 bph setelah ditambah dengan penyelesaian Kilang Balikpapan.
“Jadi kita mesti lihat dari kapasitasnya si kilang Pertamina dulu. Dia ada kapasitas enggak kalau ada produksi tambahan [SPBU swasta]? Karena kebutuhan kita ini kan jauh melewati dari kapasitas kilang kita,” tambahnya.
“Jadi kan memang kapasitas kilang Pertamina ini sudah ada peruntukannya. Kecuali misalkan kebutuhan kita cuma berapa, kapasitasnya bisa melebihi dari permintaan. Kan permintaan sudah jauh melebihi dari kapasitas kilang si Pertamina ini.”
Lebih Mahal
Dihubungi terpisah, Direktur Utama PT Petrogas Jatim Utama Cendana (PJUC) Hadi Ismoyo mengatakan wacana pemerintah tersebut perlu memerhatikan persoalan spek, mutu, hingga harga akhir BBM nonsubsidi di tingkat konsumen.
Dia menyebut kilang Pertamina memiliki desain dan kapasitas produk yang berbeda-beda.
“Kalau harus memenuhi spek dan mutu tertentu, maka SOP dan diagram flow proses juga akan disesuaikan. Itu artinya cost. Pada akhirnya tentu berpengaruh pada harga,” ujarnya.
Wacana tersebut, kata dia, bisa direalisasikan jika mutu, spek, dan harga akhir sama atau lebih rendah dari BBM yang selama ini di impor oleh Shell dan BP-AKR.
“Jika mahal, seberapa mahal dibandingkan dengan existing import price? Jika terlalu jauh, besar kemungkinan SPBU swasta tidak tertarik atas tawaran simpatik dari Pak Menteri [ESDM Bahlil Lahadalia],” tuturnya.
Sementara itu, Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso mengatakan perseroan pada prinsipnya akan menjalankan arahan pemerintah. Terkait dengan wacana pembelian BBM oleh BU swasta, mekanismenya hingga kini masih dalam pembahasan.
“Pertamina juga berkomitmen memberikan layanan terbaik kepada masyarakat dalam penyediaan energi seperti bahan bakar. Mekanismenya masih dalam pembahasan,” ujarnya saat dimintai konfirmasi.
Sebelumnya, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung memastikan badan usaha (BU) hilir migas yang membeli dari kilang milik Pertamina akan mendapatkan BBM sesuai spesifikasi atau standar masing-masing perusahaan.
“Itu bagian dari sinkronisasi,” kata Yuliot saat ditemui di kompleks parlemen, usai rapat dengan Komisi XII DPR RI, Rabu (3/9/2025).
“Kalau dari sisi spesifikasi, ini [menyesuaikan dengan] spek yang diperlukan oleh badan usaha. Jadi kilang Pertamina itu harus bisa memenuhi standar yang diperlukan oleh badan usaha,” tegasnya.
Menurut Yuliot, standar bensin RON 92, 95, dan 98 yang dijual di SPBU Pertamina dan swasta sebenarnya tidak jauh berbeda. Dia menyebut faktor yang membedakan hanyalah pewarnaan.
Wacana badan usaha swasta membeli BBM dari Pertamina berawal dari ucapan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.
Bahlil menegaskan, secara peraturan juga disebutkan bahwa SPBU swasta yang belum mendapatkan alokasi BBM sesuai kebutuhan dapat membeli di Pertamina.
“Nah, kalau ada yang masih kurang [swasta] ya silakan lah beli juga di Pertamina. Kan Pertamina juga barangnya ada. [Pertamina] dia kan punya kilang, dia punya KPI [Kilang Pertamina Internasional],” kata Bahlil ditemui di Kementerian ESDM, Jumat (29/8/2025).
(mfd/wdh)
































