Logo Bloomberg Technoz

Marwan menyebut, RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah diajukan atas inisiasi Komisi VIII sebagai respons dari kebutuhan peningkatan pelayanan bagi jamaah haji dan umrah.

"RUU ini diajukan [atas] inisiatif Komisi VIII sebagai respons dari kebutuhan peningkatan pelayanan bagi jamah haji dan umrah, kebutuhan konsumsi, transportasi, kesehatan di Tanah Air maupun di Mekkah dan Arafah," tambahnya.

Selain itu, alasan lainnya adalah untuk menyesuaikan dengan perkembangan teknologi di Arab Saudi, serta memenuhi kebutuhan hukum setelah Presiden Prabowo Subianto membentuk Badan Penyelenggara Haji dan Umrah.

"Panja Komisi VIII dan pemerintah bersepakat, Kementerian Haji akan menjadi satu atap terkait penyelenggaraan haji. Selururh infrastruktur penyelenggara haji akan menjadi sumber daya manusia (SDM) Kementerian Haji," sebutnya.

Sebelumnya, Komisi VIII dan pemerintah juga telah menyetujui Badan Pengelenggara Haji (BP Haji) menjadi Kementerian Haji dan Umrah.

"Paling urgency [darurat] dalam pembahasan ini perubahan mendasar, frasa yang selama ini disebut badan akhirnya Panja menyepakati, kementerian," tambahnya.

Marwan menyebut bahwa Panja tidak menghapus petugas haji daerah. Namun, hanya dibatasi lantaran selama ini tugas daerah ini terlalu besar memakai jumlah jamaah. Kata Marwan, ada beberapa poin yang menjadi kekhawatiran Komisi VIII dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah ini.

"Satu, antisipasi jika pemerintah mendapatkan kuota yang besar dikhawatirkan kemampuan keuangan tidak bisa meng-cover maka dibahas di rapat di Komisi VIII," ujarnya.

Marwan menyebut, pada dasarnya jamaah haji Indonesia tetap dibagi sesuai ketentuan, 8% untuk haji khusus dan 92% untuk haji reguler. Mengenai proses pendaftaran dan keberangkatan, Komisi VIII menyepakati dihapuskan karena sudah ada kesepakatan yang akan diatur oleh menteri.

(ell)

No more pages