Tak lama kemudian, sekitar tiga lusin demonstran mengemasi tenda-tenda mereka, menggulung spanduk-spanduk mereka dan meninggalkan alun-alun. Mereka berkumpul kembali di sepotong trotoar yang menurut penyelenggara adalah milik umum.
Selama lebih dari satu tahun, aliansi karyawan Microsoft, No Azure for Apartheid, telah mendorong Microsoft untuk mengakhiri hubungannya dengan Israel, dengan mengatakan bahwa penggunaan produk perusahaan tersebut berkontribusi terhadap kematian warga sipil di Gaza.
Azure, divisi cloud computing Microsoft, menjual software sesuai permintaan dan penyimpanan data kepada perusahaan dan pemerintah, termasuk pemerintah Israel dan badan-badan militer.
Perwakilan dari No Azure for Apartheid telah dipecat, karena mengadakan acara yang menurut Microsoft merupakan acara yang tidak sah dan mengganggu pidato para eksekutif.
“Microsoft adalah produsen senjata digital yang paling terlibat dalam genosida Israel di Gaza,” kata Nisreen Jaradat, seorang karyawan Microsoft, dalam sebuah pernyataan pada hari Selasa.
Microsoft tidak segera menanggapi permintaan komentar. Dalam sebuah posting blog yang diterbitkan pada bulan Mei, perusahaan mengatakan bahwa mereka “tidak menemukan bukti hingga saat ini bahwa teknologi Azure dan AI Microsoft telah digunakan untuk menargetkan atau melukai orang-orang dalam konflik di Gaza.”
Namun, bulan ini Microsoft mengatakan bahwa mereka telah meminta firma hukum Covington & Burling untuk melakukan tinjauan lebih lanjut setelah adanya laporan bahwa badan pengawas militer Israel menyadap jutaan panggilan telepon seluler yang dilakukan oleh warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat, dan menyimpannya di server Azure.
Data tersebut membantu menginformasikan pemilihan target pengeboman di Gaza, menurut laporan surat kabar Guardian, publikasi Israel-Palestina +972 Magazine, dan Local Call, sebuah situs berita berbahasa Ibrani.
Para aktivis mengambil inspirasi dari aksi protes bergaya perkemahan yang dilakukan di setidaknya 100 kampus di Amerika Serikat sejak perang di Gaza dimulai. Para mahasiswa di kampus-kampus seperti Universitas Columbia mendirikan tenda-tenda dan menyerukan agar kampus mereka melepaskan kepemilikan finansial yang terkait dengan Israel dan produsen senjata AS, yang dalam banyak kasus memicu tindakan disipliner dari para administrator.
(bbn)































