Dia meminta agar distribusi SPHP tidak menyulitkan masyarakat. Tito juga menyarankan agar Perum Bulog dapat menyalurkan beras SPHP secara hibrida.
“Hybrid saja kalau saran saya, yang bisa menggunakan aplikasi lanjut, yang enggak bisa menggunakan [aplikasi bisa secara] manual,” ucap Tito.
Di sisi lain, Tito mengatakan hingga saat ini pemerintah telah melaksanakan gerakan pangan murah bersama pemerintah daerah. Tak hanya itu, beras SPHP juga telah di jual ke pasar rakyat dan masuk ke sejumlah retail modern.
“Ada 7 saluran yang digunakan oleh Bulog. Nah yang paling mudah ya ke pasar rakyat. Itu targetnya kan 7.000 ton per hari. Tapi titiknya, kita sudah sampaikan prioritasnya ke daerah-daerah, kabupaten/kota yang harga berasnya naik,” katanya.
Menurut Tito, pada pekan pertama Agustus 2025 tercatat sebanyak 191 kabupaten/kota masih mengalami kenaikan harga beras. Jumlah tersebut lebih rendah dibandingkan pada pekan keempat Juli 2025, atau sebanyak 233 wilayah tercatat mengalami kenaikan harga beras.
“Itu ada 19i [kabupaten/kota] sudah bagus, kemarin 233, kemudian digenjot turun 191. Nah 191 ini kita [...] datanya, supaya lebih bisa turun lagi,” imbuh Tito.
Aplikasi jadi kendala
Direktur Utama Perum Bulog Ahmad Rizal Ramdhani sebelumnya mengakui salah satu hambatan lambatnya penyaluran beras SPHP yakni terkendala penggunaan aplikasi Klik SPHP.
Rizal mengungkapkan sejumlah pedagang atau pengecer kesulitan menggunakan aplikasi tersebut karena tidak terbiasa memakai smartphone.
“Memang karena semua ini menggunakan aplikasi, kan tidak semuanya langsung bisa cepat. Kan perlu sosialisasi, teman-teman pengecer yang di pasar-pasar itu kan mohon maaf rata-rata ya sudah sepuh, embo-embo,” kata Rizal di kantor Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Rabu (13/8/2025).
“Handphone-nya juga jadul atau bagaimana ya. Sehingga enggak ada handphone Android dan sebagainya.”
Meskipun demikian, dia menyebut pegawai Bulog yang ada di setiap wilayah turut membantu pengecer menggunakan aplikasi tersebut. Selain hambatan aplikasi, Rizal menuturkan para pengecer memiliki keterbatasan karena hanya dibatasi maksimal membeli 2 ton beras SPHP.
“Kalau kurang juga boleh, sesuai dengan kemampuan dari masing-masing pengecar. Karena pengecar kemampuannya beda-beda gitu kan dalam rata-rata rendah,” ujarnya.
Oleh karena itu, cabang Bulog yang ada di setiap wilayah juga ikut serta menjual beras SPHP khususnya ikut dalam operasi pasar.
“Bawa truk sampai ke pasar-pasar, jual di pasar. Mana yang kira-kira pasar yang mengalami kenaikan [harga beras], nah itu teman-teman gudang Bulog yang ada di wilayah, bawa truk itu ke situ jualan. Supaya mengintervensi harga beras itu menjadi turun,” jelasnya.
Perum Bulog melaporkan per 11 Agustus 2025, realisasi penyaluran beras SPHP baru mencapai 16.742 ton atau 1,27% dari total target 1,3 juta ton hingga Desember 2025.
Adapun realisasi provinsi dengan penyaluran beras SPHP tertinggi yakni Provinsi Sulawesi Selatan sebanyak 1.800 ton kemudian diikuti Jawa Timur sebanyak 1.300 ton. Sementara tiga provinsi terendah yakni DKI Jakarta sebanyak 60,3 ton, Papua Barat Daya 48,7 ton kg, dan Papua Selatan 9,3 ton.
Sementara saluran yang digunakan untuk mendistribusikan beras SPHP paling banyak melalui pengecer di Pasar Rakyat dengan 3.223 mitra sebanyak 9,6 ribu ton. Kemudian diikuti outlet pangan binaan pemerintah daerah 722 mitra sebanyak 1.542 ton.
(mfd/wdh)

































