Ia menegaskan, apresiasi terhadap karya seniman menjadi perhatian utama. “Kita belum terbiasa dengan ini. Kita step by step nanti akan mencari jalan keluar untuk hal ini,” ujarnya.
Polemik royalti musik kembali mencuat setelah beredar kabar bahwa biaya royalti akan dibebankan langsung kepada pelanggan di kafe, hotel, dan restoran. Meski telah dibantah asosiasi pelaku usaha, perdebatan mengenai besaran dan mekanisme pungutan royalti terus bergulir.
Berdasarkan UU Hak Cipta, penarikan dan distribusi royalti dilakukan oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK), yang mewakili para pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait. Pemerintah berharap polemik ini bisa mereda lewat dialog konstruktif antara kreator, pelaku usaha, dan masyarakat.
Data LMKN mencatat total penerimaan royalti musik pada 2023 mencapai sekitar Rp77 miliar—jauh di bawah potensi pasar yang disebut bisa menembus triliunan rupiah. Perbedaan persepsi antara pelaku usaha dan pengelola royalti kerap memicu sengketa, mulai dari tarif yang dianggap terlalu tinggi, transparansi distribusi, hingga sosialisasi yang dinilai belum merata.
Pemerintah berharap dialog konstruktif dapat menjadi jalan tengah agar ekosistem industri kreatif berkembang, hak seniman terlindungi, dan pelaku usaha tidak terbebani secara berlebihan.
(fik/spt)
































