Universitas Paramadina pun meminta BPS membuka secara terperinci metodologi dan asumsi perhitungan produk domestik bruto (PDB); termasuk sumber data, pembobotan sektor, dan metode estimasi yang bisa diverifikasi publik. Mereka juga menuntut penjelasan soal kesenjangan antara angka BPS dan indikator sektoral.
Selain itu, pihak Universitas Paramadina meminta BPS menegaskan kembali independensinya dari tekanan politik, agar data tetap menjadi cerminan realitas, bukan alat legitimasi kebijakan.
“Revisi data adalah hal biasa karena ini ranah akademis dan teknokratis. Sebaliknya, jika BPS menutup diri, statistik telah bergeser menjadi ranah politik, dan BPS akan kehilangan kredibilitas,” ujar mereka.
Adapun, pihak Universitas Paramadina juga mengajak para ekonom dan akademisi memantau kualitas data statistik di seluruh Indonesia demi menjaga pijakan menuju Indonesia maju. Mereka berharap BPS menanggapi masukan publik dengan keterbukaan, kejujuran, dan keberanian untuk melakukan perbaikan.
Sebelumnya, pihak Istana menanggapi kritik sejumlah ekonom yang meragukan capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025 sebesar 5,12%. Keraguan tersebut muncul lantaran sejumlah indikator ekonomi dinilai menunjukkan perlambatan.
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, menegaskan bahwa data pertumbuhan tersebut bersumber dari BPD yang mengumumkannya berdasarkan perhitungan resmi. Dia mencontohkan, jika memang terjadi penurunan, BPS juga akan merilisnya, seperti pada kuartal I-2025 yang tercatat 4,87%.
“Kalau naik kita bilang naik. Jangan kemudian kalau turun dipercaya, kalau naik kemudian tidak dipercaya. Kita tidak mempercayai ini seperti ramalan zodiak kan. Kalau sesuai kita percaya, kalau enggak sesuai kemudian kita enggak [percaya],” ujar Hasan Nasbi.
Adapun, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan pemerintah selalu berpegang pada data resmi dari otoritas statistik nasional dalam menyampaikan berbagai indikator ekonomi, yang disusun berdasarkan metodologi dan sumber informasi yang jelas.
“Kami kan selama ini menggunakan data BPS. Jadi BPS tentunya menjelaskan mengenai datanya, metodologinya, sumber informasinya. Kami tetap mempercayai BPS,” ujar Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengatakan perhitungan data BPS telah berdasarkan berbagai indikator, termasuk melalui Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) dan konsumsi rumah tangga, sekaligus memastikan keabsahan data.
(fik/wdh)






























