Logo Bloomberg Technoz

Estimasi Toyota jauh melampaui prediksi para pesaingnya di industri otomotif yang kini harus beradaptasi dengan kebijakan yang cepat berubah dan memicu lonjakan beban pendapatan. Ford Motor Co. pekan lalu menyatakan bahwa dampak bersih tarif mencapai US$2 miliar, sekitar US$500 juta lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya. Stellantis NV memperkirakan dampak sebesar €1,5 miliar, sementara General Motors Co. menghadapi beban tarif antara US$4 miliar hingga US$5 miliar.

Namun, Toyota dikenal kerap mengambil pendekatan konservatif dalam menyusun proyeksi. “Tren terbaru menunjukkan potensi perbaikan, dengan Jepang, Amerika Utara, dan China menjadi penggerak utama,” kata analis otomotif senior dari Bloomberg Intelligence, Tatsuo Yoshida. “Toyota tampaknya tengah melakukan sejumlah inisiatif untuk mengurangi beban tarif seperti meninjau ulang rantai pasok untuk kendaraan tujuan AS.”

Perkiraan Toyota juga lebih pesimistis dibandingkan para pesaingnya di Jepang. Subaru Corp. memperkirakan dampak sebesar ¥210 miliar, Nissan Motor Co. ¥300 miliar, dan Honda Motor Co. ¥450 miliar. Saham Toyota sempat turun hingga 2,4% di Tokyo sebelum ditutup melemah 1,5%.

Para produsen mobil Jepang kini menghadapi tarif sebesar 15% atas kendaraan yang dikirim ke AS, setelah kedua negara mencapai kesepakatan dagang bulan lalu. Kesepakatan tersebut juga mencakup rencana Jepang untuk menanamkan investasi sebesar US$550 miliar di Amerika.

Meski tarif tersebut lebih rendah dari tambahan 25% yang dikhawatirkan pelaku industri, masih ada ketidakpastian terkait implementasi detailnya, diskon tarif otomotif untuk Uni Eropa, Jepang, dan Korea Selatan belum dikodifikasi secara resmi. Hingga hal tersebut terealisasi, kendaraan tetap akan dikenai tarif yang lebih tinggi.

Toyota menyatakan pada Juli lalu bahwa pihaknya berharap hubungan AS-Jepang akan membaik seiring adanya kesepakatan tersebut, serta menyerukan pengurangan tarif lanjutan.

Terlepas dari gejolak yang terjadi, Toyota mencatatkan penjualan global tertinggi sepanjang paruh pertama 2025 berkat tingginya permintaan atas mobil hybrid bensin-listrik di pasar inti. Sebanyak 5,5 juta unit terjual antara Januari hingga Juni, naik 7,4% dari tahun sebelumnya, terutama karena penjualan yang kuat di AS, Jepang, dan China.

Toyota memperkirakan penjualan grup tahun ini mencapai 11,2 juta unit. Perusahaan juga berencana membangun pabrik kendaraan baru di Prefektur Aichi, Jepang, yang ditargetkan mulai beroperasi awal 2030-an, untuk menjaga kapasitas produksi domestik sebesar 3 juta unit.

(bbn)

No more pages