Logo Bloomberg Technoz

Arief mengaku masih mengkaji rekomendasi insentif yang diperlukan bagi industri pengolahan nikel di Indonesia. Namun, dia juga menyoroti pentingnya pengetatan regulasi di Indonesia seperti pengendalian produksi produk turunan nikel.

Ekosistem Terintegrasi

Lebih lanjut, dia berpendapat perusahaan pengolahan nikel di Indonesia sangat membutuhkan ekosistem industri yang terintegrasi dari hulu hingga hilir.

Arief mengaku menyambut baik dua proyek ekosistem baterai terintegrasi yang digarap pemerintah yakni Proyek Dragon dan Proyek Titan.

Nah dengan apa yang diinisiasi oleh pemerintah saat ini itu luar biasa, dan bahannya kan akan terpakai. Itu salah satu tujuannya sebetulnya yang dilakukan oleh pemerintah itu,” kata dia.

Di sisi lain, Arief memandang melandainya harga mixed hydroxide precipitate (MHP), salah satu bahan baku baterai, pada awal Agustus 2025 dapat dipengaruhi oleh permintaan smelter HPAL yang menurun.

Pergerakan harga bahan baku baterai, lanjutnya, sangat dipengaruhi oleh permintaan dari smelter HPAL yang membutuhan MHP untuk memproduksi nikel sulfat ataupun kobalt sulfat.

Nah, itu [harga] tergantung dari permintaan pabrik-pabrik ini sampai ke baterainya gitu kan. Kalau pada saat nanti industri ini sedang menurunkan produksi pasti permintaannya akan turun,” kata Arief.

Dihubungi secara terpisah, Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) mencatat harga MHP mengalami penurunan sepanjang tahun ini. Pada Januari 2025 MHP tercatat dijual seharga US$18.000 per ton, tetapi pada awal Agustus tercatat berada di sekitar US$14.000/ton.

Dewan Penasihat Pertambangan APNI, Djoko Widjajanto mengamini penurunan harga MHP terkait dengan melandainya permintaan dari smelter HPAL. Menurutnya, para pengusaha tengah bersikap hati-hati dalam menjalankan bisnisnya sebab margin keuntungan semakin menyempit.

Selain itu, dia meyakini melandainya harga MHP dipengaruhi melonjaknya kapasitas MHP global dan ekspansi smelter HPAL yang terjadi di Tanah Air dan China.

“Faktor-faktor ini menciptakan lingkungan pasar oversupplied dan sentimen investor yang lemah,” kata Djoko ketika dihubungi, Rabu (6/8/2025).

Dalam kesempatan berbeda, Djoko menyampaikan harga sulfur granular cost on freight (CFR) atau harga termasuk biaya pengiriman ke pelabuhan Indonesia naik sekitar US$86/ton menjadi US$297/ton pada Juni 2025. Dia memprediksi harga sulfur CFR Indonesia masih mengalami kenaikan sepanjang Juli 2025.

“Masih mengalami kenaikan [pada Juli]. Para produsen HPAL di Indonesia kini membayar biaya per ton MHP jauh lebih tinggi dari sebelumnya, menekan keuntungan meskipun tetap berada di kuartil terbawah biaya global untuk produksi nikel,” terangnya.

Adapun, sulfur digunakan sebagai bahan baku pembuatan asam yang merupakan komponen utama dalam proses pelindian (leaching) bijih nikel limonit untuk menghasilkan MHP yang dapat diproses lebih lanjut menjadi nikel sulfat dan kobalt sulfat–salah satu bahan utama pembuatan baterai.

APNI mencatat saat ini terdapat 10 proyek smelter HPAL di Tanah Air. Sebanyak 6 di antaranya sudah beroperasi, sedangkan 4 lainnya masih dalam tahap konstruksi.

Enam smelter hidrometalurgi yang sudah beroperasi tersebut mencakup 15 lini produksi dengan kebutuhan bijih nikel sejumlah 62,25 juta ton basah atau wet metric ton (wmt). Empat yang masih dalam konstruksi mencakup 6 lini produksi dengan kebutuhan bijih nikel 56,94 juta wmt.

Secara kumulatif, kesepuluh smelter hidrometalurgi tersebut membutuhkan 119,20 juta wmt bijih.

Adapun, nikel diperdagangkan di harga US$15.024/ton pada Rabu (6/8/2025) di London Metal Exchange (LME), turun 0,28% dari penutupan sebelumnya. Harga nikel sempat mencapai rekor di atas US$100.000 per ton pada Maret 2022 akibat short squeeze pasar, tetapi sejak itu harga menurun tajam.

(azr/wdh)

No more pages