Logo Bloomberg Technoz

Pada kesempatan yang sama, lembaga riset independen Katadata Insight Center (KIC) memaparkan hasil riset terbaru mereka terkait mayoritas pemain judi online di Indonesia berasal dari kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Riset tersebut sekaligus memetakan dampak sosial dan ekonomi dari aktivitas judol di Tanah Air.

Direktur Eksekutif Katadata Insight Center, Fakhrido Susrahadiansyah mengungkapkan, 71% dari 9,8 juta pemain judol sepanjang 2024 memiliki pendapatan bulanan di bawah Rp5 juta. Fakta ini menunjukkan masyarakat kelas bawah menjadi kelompok paling rentan terdampak secara ekonomi dan sosial akibat aktivitas ilegal tersebut.

"Ini kami mengutip data PPATK tahun 2024, [tapi mungkin ada data yang lebih menyeluruh gitu] 71% dari 9,8 juta orang pemain judol itu adalah mereka yang ternyata berpendapatan Rp5 juta atau ternyata sangat kecil," jelas Fakhrido.

Lebih lanjut jika melihat dari paparan Katadata Insight Center, nampak terlihat bahwa tingkat proporsi pemain judol jika ditelisik berdasarkan penghasilannya, maka pemilik penghasilan Rp5-10 juta mengambil proporsi sebesar 15% atau tertinggi kedua.

Sementara di posisi ketiga dan keempat diambil alih oleh masyarakat berpenghasilan Rp10-50 juta dan Rp50-100 juta dengan masing-masing proporsi sebesar 9% serta 5%.

KIC juga mencatat pada 2024 terdapat 2.889 perkara perceraian akibat judi, yang mana hal ini meningkat hampir 84% dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 1,572 kasus. Salah satu kasus yang diangkat dalam laporan investigatif menyebut seorang pria rela menjual dua rumah dan satu mobil katering milik keluarga demi berjudi, hingga menyebabkan kehancuran rumah tangga.

Lebih jauh, studi juga mengungkap bahwa dampak judol terhadap perekonomian nasional bisa menyentuh penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) hingga 3%.

"Jadi dampak negatif, sosial, kesehatan dan lain sebagainya dari judol ini, sangat akan dirasakan oleh the majority of Indonesian people. Nah ini ada beberapa kasus yang kami [utarakan] di dalam laporan investigatif kami," jelasnya.

Selain dari sisi pemain, KIC juga menyoroti suburnya praktik jual-beli rekening yang kian marak di daerah-daerah terpencil. Banyak masyarakat yang rela menjual data pribadi dan rekening banknya demi mendapatkan uang secara instan.

Rekening-rekening ini kemudian digunakan oleh sindikat untuk menampung transaksi judi online.

"Masyarakat rela menjual rekeningnya demi mendapatkan uang secara instan Ini sudah berkembang menjadi sebuah industri. Karena ada pendanaannya, ada penjualannya, terus mudah," terangnya.

(lav)

No more pages