Logo Bloomberg Technoz

Smelter Nikel HPAL Tertekan Harga Sulfur, Butuh Dukungan Insentif

Azura Yumna Ramadani Purnama
05 August 2025 09:40

Fasilitas pemrosesan nikel yang dioperasikan oleh Harita Nickel di Pulau Obi, Maluku Utara, Indonesia, Rabu (8/3/2023). (Dimas Ardian/Bloomberg)
Fasilitas pemrosesan nikel yang dioperasikan oleh Harita Nickel di Pulau Obi, Maluku Utara, Indonesia, Rabu (8/3/2023). (Dimas Ardian/Bloomberg)

Bloomberg Technoz, Jakarta – Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) menyoroti lemahnya regulasi dan peran pemerintah dalam membantu keberlangsungan pabrik pemurnian (smelter) nikel hidrometalurgi berbasis high pressure acid leach (HPAL).

Smelter yang mengolah nikel limonit untuk memproduksi bahan baku baterai kendaraan listrik berupa mixed hydroxide precipitate (MHP) itu tengah ditekan kenaikan biaya produksi akibat harga sulfur yang menanjak.

Ketua Umum Perhapi Sudirman Widhy Hartono berpandangan pemerintah perlu hadir untuk membantu keberlangsungan smelter HPAL dengan memberikan fasilitas fiskal dan nonfiskal. Terlebih, smelter HPAL memiliki peran kunci dalam mendukung ambisi Indonesia menjadi 'raja baterai' terbesar setelah China.


“Pemerintah pun mendapat manfaatnya karena memperoleh royalti dan pajak yang besar. Namun, di satu sisi, kegiatan pabrik HPAL masih kerap mengalami kendala, dan pemerintah semestinya hadir untuk turut menyelesaikan kendala tersebut,” kata Sudirman ketika dihubungi, Selasa (5/8/2025).

Produksi mixed hydroxide precipitate (MHP) di pabrik pengolahan nikel./Bloomberg-Dimas Ardian

Sudirman menerangkan, jika kenaikan harga sulfur berlanjut dalam jangka waktu lama, profitabilitas smelter HPAL di Tanah Air bakal tergilas.