“Ini mungkin menjadi salah satu minggu tersibuk di pasar,” ujar Chris Larkin dari E*Trade Morgan Stanley. “Minggu ini bisa jadi momentum penentu arah pergerakan pasar dalam jangka pendek.”
Di sisi lain, pejabat AS dan China telah menyelesaikan hari pertama dari dua hari perundingan yang bertujuan memperpanjang gencatan tarif melampaui tenggat pertengahan Agustus. Mereka juga berupaya menyusun kerangka kerja baru untuk menjaga hubungan dagang sembari tetap melindungi keamanan ekonomi masing-masing.
Sementara itu di Asia Tenggara, Trump menyatakan telah meminta pejabat AS untuk melanjutkan negosiasi perdagangan dengan Kamboja dan Thailand, setelah kedua negara tersebut sepakat menghentikan konflik di wilayah perbatasan yang disengketakan.
Di Jepang, Perdana Menteri Shigeru Ishiba sedang menghadapi tekanan politik setelah mengalami kekalahan bersejarah dalam pemilu pekan lalu. Meski demikian, Ishiba menegaskan tidak akan mundur meskipun sejumlah anggota partai penguasa mulai mendesaknya untuk lengser.
Di AS, Departemen Keuangan meningkatkan perkiraan kebutuhan pinjaman pemerintah pada kuartal ini menjadi US$1 triliun, terutama akibat distorsi dari pembatasan plafon utang. Pada Rabu (30/7), otoritas keuangan AS dijadwalkan mengumumkan rencana penjualan obligasi dan surat utang beberapa bulan ke depan, yang oleh banyak pelaku pasar diperkirakan tidak akan mengalami perubahan signifikan.
“Jika lebih banyak kesepakatan dagang tercapai, tingkat ketidakpastian yang selama ini membayangi dunia usaha dan perekonomian kemungkinan akan berkurang,” kata Brent Schutte dari Northwestern Mutual Wealth Management. “Selain itu, dampak akhir dari kesepakatan-kesepakatan ini bisa jadi tidak sebesar yang dikhawatirkan setelah pengumuman tarif timbal balik pada 2 April lalu.”
Thierry Wizman dari Macquarie Group menambahkan, penguatan dolar kemungkinan mencerminkan persepsi bahwa kesepakatan terbaru dengan Uni Eropa lebih menguntungkan AS, tetapi juga bisa menandakan bahwa AS mulai kembali membangun hubungan strategis dengan sekutu-sekutunya.
“Terlepas dari apakah kita setuju atau tidak dengan penggunaan tarif dan berbagai kesepakatan yang diumumkan, setidaknya sejumlah isu besar sudah mulai diselesaikan. Hal ini akan memungkinkan pelaku bisnis di AS untuk mulai menyesuaikan diri dan membuat rencana, baik untuk skenario terbaik maupun terburuk,” ujar Peter Boockvar dari Boock Report. “Kita kini bisa mulai fokus pada bagaimana semua ini akan berdampak ke depan.”
Gubernur The Fed Jerome Powell dan jajaran pejabat bank sentral AS akan menggelar pertemuan selama dua hari mulai Selasa ini, di tengah tekanan politik yang tinggi, ketidakpastian kebijakan dagang, dan dinamika ekonomi yang terus berubah.
Menariknya, pertemuan ini berlangsung pada minggu yang sama dengan rilis sejumlah laporan penting, mulai dari produk domestik bruto (PDB), data ketenagakerjaan, hingga indikator harga yang menjadi preferensi The Fed. Para analis memperkirakan data-data tersebut akan menunjukkan pemulihan aktivitas ekonomi pada kuartal kedua tahun ini.
Meskipun pasar saham bergerak datar setelah reli yang cukup solid sebelumnya, “jika laporan keuangan perusahaan tidak mengecewakan dan komentar The Fed cenderung dovish, kita bisa melihat rekor tertinggi baru di akhir pekan,” ujar Louis Navellier, Chief Investment Officer di Navellier & Associates.
“Kami tidak memperkirakan The Fed akan memangkas suku bunga pada Rabu ini, namun sangat mungkin mereka memberi sinyal lebih kuat bahwa pemangkasan bisa terjadi pada musim gugur, apalagi jika inflasi tetap rendah meski di tengah tekanan tarif,” ujar Rick Gardner dari RGA Investments.
(bbn)





























