Logo Bloomberg Technoz

Dia juga enggan memerinci apakah MoU tersebut sudah mencakup rencana impor produk kilang berupa bahan bakar minyak (BBM) jenis bensin atau belum. Fadjar hanya memastikan Pertamina masih terus membahas kemungkinan impor komoditas energi lainnya.

“LPG memang sudah berjalan lama pengadaan dari AS, untuk komoditas lain masih terus kita jajaki,” ujarnya.

Sebelumnya dalam kesempatan berbeda, Chief Executive Officer (CEO) BPI Danantara mengatakan Danantara tengah mengevaluasi segala potensi investasi, termasuk kilang modular dengan AS, tetapi lebih memprioritaskan proyek-proyek di dalam negeri terlebih dahulu.

“Kita bilangnya 80% fokus di Indonesia, 20% di luar Indonesia. Kita lihat semua, tidak hanya di AS, tetapi di negara lain. [Hal] yang penting, bagaimana kami investasi itu ada transfer teknologi dan penciptaan lapangan kerjanya,” kata Rosan ditemui di kompleks Istana Negara, Selasa (22/7/2025).

Tidak hanya itu, pertimbangan lain yang dikaji Danantara adalah prospek pengembalian atau return dari investasinya harus sesuai dengan tolok ukur yang ditetapkan Danantara, yaitu “di atas biaya modal.”

Adapun, sumber Reuters sebelumnya melaporkan Danantara berniat meneken kontrak rekayasa, pengadaan, dan konstruksi (EPC) senilai US$8 miliar (sekitar Rp130,52 triliun asumsi kurs saat ini) dengan perusahaan AS, KBR Inc. (sebelumnya Kellogg Brown & Root), untuk membangun 17 kilang modular.

Informasi tersebut didapatkan dari presentasi resmi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dalam kaitannya dengan kesepakatan dagang usai penurunan tarif bea masuk dari 32% menjadi 19% yang diberikan terhadap komoditas ekspor RI ke AS.

Pada kesempatan terpisah, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, dalam kesepakatan dagang dengan Washington, Indonesia telah setuju untuk mengimpor komoditas energi AS senilai US$15 miliar.

“Untuk energi, kemarin kan dari Pertamina [melalui] PT Kilang Pertamina Internasional kan sudah tanda tangan MoU dengan tiga [perusahaan energi] yang terbesar di AS; baik ExxonMobil, Chevron, maupun KDT Global Resource,” kata Susiwijono kepada awak media, Jumat (18/7/2025).

Terkait dengan komoditas yang dikerjasamakan dalam nota kesepahaman itu, Susiwijono mengelaborasi jenisnya beragam mulai dari impor untuk minyak mentah dan LPG, hingga produk kilang berupa BBM jenis gasoline atau bensin.

MoU tersebut nantinya juga akan didetailkan lebih lanjut, lantaran pemerintah masih akan membahasnya dengan United States Trade Representative (USTR).

“Di joint statement-nya nanti akan dibunyikan di situ. Kita akan sepakat, kemudian nanti detailnya, skemanya seperti apa akan kita detailkan lagi. Kita masih akan terus [berdiskusi] dan itu bukan kita dipaksa. Kita juga akan diuntungkan dengan itu guna menjaga ketahanan energi kita,” ujarnya.

Bahkan, lanjutnya, nantinya terdapat rencana investasi dari AS untuk membangun “satu fasilitas” di sektor energi, yang belum diperincikan dalam format apa. Fasilitas—yang diduga sebagai kilang — itu akan didirikan di kawasan ekonomi khusus (KEK), yang juga belum didetailkan lokasinya.

(azr/wdh)

No more pages