"Pegawai kontrak itu baik di lingkungan kantor maupun proyek yang sudah habis masa kontraknya dan tidak dilakukan perpanjangan akibat proyek telah selesai dikerjakan dan penurunan pangsa pasar konstruksi," ujar Ngatemin kepada Bloomberg Technoz, Sabtu (26/7/2025).
Efisiensi itu dilakukan di tengah kinerja keuangan WIKA 30 Juni 2025 yang membukukan rugi komprehensif sebesar Rp1,71 triliun untuk tahun berjalan, sehingga menyebabkan akumulasi defisit meningkat menjadi Rp11,2 triliun.
Untuk menanggulangi tekanan tersebut, WIKA ke depan juga bakal meninjau kembali remunerasi pegawai tahun 2025. Remunerasi sendiri merupakan imbalan ke pegawai berupa gaji, tunjangan, dan insentif lain.
Ngatemin tak menampik adanya rencana tersebut. Menurutnya, penyesuaian dilakukan berdasarkan perjanjian dan mempertimbangkan situasi di industri konstruksi saat ini.
"Kami sedang melakukan peninjauan kembali remunerasi pegawai tahun 2025, berdasarkan kinerja individu sebagaimana telah diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama, pencapaian target KPI yang telah ditetapkan dan kondisi pasar konstruksi tahun 2025," jelas Ngatemin.
WIKA juga bakal menerapkan berbagai langkah efisiensi lain, mulai dari sistem kerja hybrid (WFO 50%), pembatasan penggunaan lift, eskalator dan AC, hingga pemangkasan anggaran pemasaran, konsumsi, transportasi, hingga pelatihan.
Gaji jajaran direksi dan komisaris WIKA sejatinya juga mengalami penurunan, namun terbilang minor. Imbalan kerja jangka pendek untuk manajemen puncak pada 2025 hanya turun sekitar 3,02%, dari Rp13,93 miliar pada 2024 menjadi Rp13,51 miliar tahun ini.
Adapun dalam laporan laba rugi, WIKA tercatat membukukan rugi sebesar Rp1,66 triliun sepanjang semester I/2025. Angka ini berbanding terbalik dibandingkan periode yang sama tahun lalu saat WIKA masih mencetak laba bersih Rp401,95 miliar.
Penurunan kinerja ini terutama dipicu oleh koreksi pendapatan sebesar 22,25% secara tahunan (YoY) menjadi Rp5,85 triliun. Meski beban pokok pendapatan ikut turun 21,82% menjadi Rp5,39 triliun dari sebelumnya sebesar Rp7,53 triliun, laba kotor tetap mengalami penurunan signifikan sebesar 26,79% menjadi Rp472,56 miliar.
Unit bisnis infrastruktur dan gedung masih menjadi penopang utama pendapatan dengan kontribusi Rp2,34 triliun, diikuti oleh sektor industri sebesar Rp1,61 triliun, serta segmen energi dan industrial plant Rp1,53 triliun.
Sementara itu, total aset perusahaan menyusut 7,11% secara year-to-date menjadi Rp59,03 triliun. Penurunan juga terjadi pada sisi liabilitas yang turun menjadi Rp48,87 triliun, sementara ekuitas melemah 14,39% ke level Rp10,16 triliun.
Bloomberg Technoz telah meminta tanggapan manajemen WIKA terkait isu efisiensi tersebut, namun belum ada respons hingga berita ini diturunkan.
Catatan: Artikel ini telah dilakukan update, setelah manajemen WIKA memberikan respons atas isu terkait.
(dhf)



























