Pernyataan ini menjadi bab baru dari hubungan yang bergejolak antara dua tokoh dunia berpengaruh, setelah perselisihan yang membuat Musk melancarkan serangan terhadap Trump dan mengusulkan pembentukan partai politik baru. Dalam menanggapi itu, Trump sempat mengancam akan mencabut kontrak dan subsidi pemerintah bagi bisnis Musk.
Meskipun kedua pihak telah mencoba memperbaiki hubungan, dampak terhadap bisnis Musk sudah terlanjur terasa. Dalam laporan laba kuartalan hari Rabu, Tesla menyebut hilangnya subsidi kendaraan listrik dan kenaikan tarif (dua kebijakan Trump) sebagai dua tantangan besar bagi bisnis otomotif dan energinya.
Musk memperingatkan bahwa perusahaannya akan menghadapi periode transisi sulit selama setahun ke depan. Hal ini disebabkan oleh hilangnya insentif pajak EV di Amerika Serikat dan waktu yang dibutuhkan untuk meluncurkan kendaraan otonom secara massal.
"Kami mungkin akan menghadapi beberapa kuartal yang berat," ujar Musk.
Chief Financial Officer (CFO) Tesla, Vaibhav Taneja, pada Rabu juga mengatakan bahwa paket kebijakan fiskal Trump memiliki "dampak merugikan tertentu" pada bisnis energinya. Terutama pada penyimpanan energi rumahan karena berakhirnya insentif pajak konsumen lebih awal.
"Tantangan bisnis penyimpanan energi ini, oleh karena itu, tetap ada baik dari undang-undang maupun dari tarif. Kami berusaha sebaik mungkin untuk mengelola ini, namun kami akan melihat pergeseran dalam permintaan dan profitabilitas," kata Taneja dalam panggilan konferensi pendapatan.
Taneja menambahkan, tarif meningkatkan biaya sekitar US$300 juta untuk bisnis otomotif dan energi perusahaan pada kuartal kedua. Biaya ini diperkirakan akan terus meningkat dalam kuartal-kuartal mendatang.
Musk sendiri meninggalkan jabatannya di pemerintahan Trump pada Mei lalu untuk kembali fokus ke perusahaannya. SpaceX adalah kontraktor penting pemerintah AS—tersedia melalui NASA dan militer AS. Sementara Tesla, yang menjadi sumber kekayaan utama Musk, puluhan tahun menikmati kredit pajak US$7.500 untuk pembeli EV serta pendapatan dari penjualan kredit emisi regulasi kepada perusahaan otomotif lain.
Paket fiskal Trump yang disahkan 4 Juli lalu telah menghapus sebagian besar dukungan tersebut. Trump juga kritik soal renovasi subsidi mahal dalam Gedung Putih dan transaksi keuangan Musk.
Ketika perselisihan memuncak, Musk bahkan sempat mengancam memensiunkan kapal Dragon milik SpaceX yang digunakan NASA untuk mengangkut astronot dan logistik ke Stasiun Luar Angkasa. Namun, Musk kemudian membatalkan pengancaman itu dan peluncuran Dragon tetap berlangsung.
Dalam unggahan hari Kamis, Musk menegaskan bahwa “SpaceX memenangkan kontrak NASA karena bekerja lebih baik dengan biaya lebih rendah.”
Saat perseteruan berlangsung, Musk memicu kontroversi lain dengan mengunggah (lalu menghapus) klaim di X bahwa nama Trump muncul dalam berkas-berkas terkait mendiang Jeffrey Epstein, pemodal dan pelaku kejahatan seks yang tercoreng namanya. Musk juga menuduh Gedung Putih telah menutup-nutupi hal tersebut.
Tuduhan-tuduhan tersebut kini memiliki bobot baru. Trump sendiri sedang terlibat dalam kontroversi mengenai penanganan dokumen Epstein, yang telah memicu kemarahan sebagian pendukungnya. Mereka merasa tim presiden telah menarik kembali janjinya untuk transparan.
Komite DPR yang dipimpin Partai Republik pada Rabu (23/7) mengeluarkan surat panggilan resmi kepada Ghislaine Maxwell, rekan Epstein yang telah dihukum, untuk memberikan kesaksian bulan depan. Sementara itu, Wall Street Journal melaporkan bahwa Jaksa Agung Pam Bondi "memberi tahu presiden dalam sebuah pertemuan di Gedung Putih bahwa namanya ada di berkas Epstein" bersama dengan "banyak tokoh penting lainnya."
Menanggapi laporan Journal tersebut, Direktur Komunikasi Gedung Putih Steven Cheung menyatakan, "Ini hanyalah kelanjutan dari berita palsu yang dibuat-buat oleh Demokrat dan media liberal."
(bbn)
































