Logo Bloomberg Technoz

“Ini perlu dipikirkan hati-hati karena ini persoalan di lapangan, Kementerian ESDM itu enggak paham persoalan di lapangan. Pertamina harusnya jadi partner strategis karena punya aplikasinya sebetulnya, siapa yang layak menerima. Jadi aplikasi itu bisa digunakan basis untuk menerima LPG 3 Kg,” tegas dia.

Basis Data

Media juga meragukan validitas Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) yang akan menjadi basis data LPG 3 Kg bersubsidi pada 2026.

Dia berpendapat data yang dihimpun Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Sosial (Kemensos) itu dikhawatirkan tidak memasukan kelompok masyarakat rentan miskin sebagai pihak penerima bansos.

Dengan begitu,, Media menilai kebijakan pengetatan pembelian LPG bersubsidi berpotensi memberatkan kelas menengah yang tergolong rentan miskin.

“Selama datanya benar itu tidak ada masalah, tetapi masalahnya DTSEN kita berantakan banyak masyarakat rentan itu tidak masuk DTSEN. Itu pedagang kecil, keluarga penghasilan pas-pasan, tetapi enggak tergolong miskin ekstrem, mereka engagk ada dalam data DTSEN,” kata Media.

Sebagai informasi, DTSEN merupakan sebuah basis data yang dikelola oleh Kemensos dan BPS. Basis data ini berisi informasi mengenai kondisi sosial ekonomi seluruh penduduk Indonesia, yang digunakan sebagai dasar dalam penyaluran berbagai program bantuan bansos dan kebijakan sosial ekonomi lainnya.

Menurut Media, basis perhitungan kemiskinan yang digunakan BPS sebagai acuan DTSEN tergolong rendah. Walhasil, masyarakat rentan miskin yang dinilai tetap membutuhkan bansos dan LPG bersubsidi menjadi terlupakan.

“Mereka yang paling terdampak karena beban pengeluarannya meningkat dan implikasinya daya belinya turun, shrinking middle class bisa lebih parah karena daya beli menurun dan konsumsi rumah tangga sebagai kontributor utama ekonomi juga akhirnya menurun,” ungkap Media.

Perlu Transisi

Dihubungi secara terpisah, Peneliti Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Badiul Hadi memandang kebijakan pengendalian distribusi LPG 3 Kg tersebut tidak dapat langsung diimplementasikan secara penuh di seluruh daerah.

Dia pun menyarankan pemerintah menetapkan masa transisi kebijakan, agar masyarakat dapat menyesuaikan dengan kebijakan pembatasan LPG 3 Kg. Badiul juga meminta pemerintah memverifikasi dan memutakhirkan kembali basis data penerima LPG bersubsidi.

Langkah tersebut dinilai dapat menghindari gejolak sosial maupun kelangkaan stok LPG bersubsidi.

“Agar tidak [terjadi] gejolak sosial atau kelangkaan seperti yang pernah terjadi, beberapa langkah bisa diambil pemerintah. [Seperti] verifikasi dan pemutakhiran DTSEN, fase transisi Bertahap, pembatasan secara bertahap, tidak langsung serentak nasional,” kata Badiul ketika dihubungi, dikutip Jumat (25/7/2025).

Badiul juga menyarankan pemerintah memanfaatkan teknologi dan sistem tertutup berbasis digital, yang dapat melacak pembelian LPG 3 Kg setiap individu. Selain itu, komunikasi publik pemerintah dinilai harus dilakukan secara cermat agar kebijakan tersebut dapat tersampaikan dengan baik.

“Komunikasi pada masyarakat dengan transparan, pemerintah harus membangun kepercayaan publik lewat sosialisasi yang jujur, terbuka, dan menjelaskan manfaat jangka panjang dari kebijakan ini,” pungkas dia.

Kementerian ESDM masih menunggu data penerima bansos yang dihimpun BPS  sebagai persiapan kebijakan pembatasan pembelian LPG 3 Kg pada 2026.

“Nanti ada sistem yang lagi dibuat. Maksudnya BPS saja kan belum pas, gitu lah. Data-data kita lagi kurang begitu. Akan tetapi, mudah-mudahan lebih tepat [sasaran] lah,” kata Plt. Direktur Jenderal (Dirjen) Migas ESDM Tri Winarno kepada awak media di kantornya, Kamis (24/7/2025).

Tri menyebut rencana kebijakan pembatasan LPG 3 Kg telah dikaji secara mendalam. Dia pun meyakini data yang dimiliki BPS dapat membuat komoditas subsidi itu menjadi lebih tepat sasaran.

“Nanti berdasarkan data-data apakah saya layak atau tidak untuk beli itu, gitu-gitu loh,” tegasnya.

Pekerja merapihkan tabung LPG 3 kg (gas melon) di Muara Baru, Jakarta, Selasa (4/2/2025). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Sebelumnya, pemerintah diketahui tengah berencana memperketat pembelian LPG 3 Kg atau 'Gas Melon' mulai tahun depan. Nantinya, pembeli Elpiji mini itu hanya dikhususkan bagi masyarakat penerima bansos.

Hal ini diungkap oleh anggota Panitia Kerja (Panja) Banggar DPR Marwan Cik Asad dalam rapat kesepakatan arah kebijakan subsidi energi dalam asumsi dasar makro dan postur fiskal Tahun Anggaran 2026, Selasa (22/7/2025).

"Melanjutkan upaya transformasi subsidi LPG tabung 3 kg tepat sasaran menjadi berbasis penerima manfaat dan terintegrasi dengan data yang akurat," tulis laporan tersebut.

"Kebijakan tersebut dilakukan dengan pendataan pengguna LPG 3 Kg berbasis teknologi sehingga tercantum dalam Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional [DTSEN]."

Rencana tersebut, kata Marwan, dilakukan sebagai bagian dari upaya efektivitas dan reformasi kebijakan subsidi dalam ketepatan sasaran, peningkatan transparansi dan akuntabilitas hingga kondisi perekonomian nasional.

Namun, dia menggarisbawahi pelaksanaan tranformasi tersebut nantinya akan dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan kesiapan data, infrastruktur, serta kondisi ekonomi dan sosial masyarakat.

Proyeksi subsidi LPG 3 Kg 2026./dok. ESDM

Untuk diketahui, alokasi subsidi LPG dalam APBN 2025 adalah Rp87,6 triliun, lebih tinggi dari pagu tahun sebelumnya senilai Rp85,6 triliun. Sementara alokasi subsidi BBM dalam APBN 2025 adalah Rp26,7 triliun, lebih tinggi dari tahun sebelumnya sebesar Rp21,6 triliun.

Sebagai informasi, kelangkaan LPG 3 Kg sempat terjadi pada Februari 2025. Kala itu, Kementerian ESDM mengeluarkan kebijakan pembelian LPG 3 Kg bersubsidi hanya bisa dilakukan di pangkalan resmi Pertamina.

Kebijakan tersebut menimbulkan antrean panjang masyarakat di pengecer resmi pemerintah. Stok LPG 3 Kg di sejumlah lokasi menjadi langka, sebab hanya bisa dibeli di pangkalan resmi Pertamina.

Namun, pada akhirnya, Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengaktifkan kembali pengecer gas LPG 3 Kg untuk berjualan seperti biasa. Saat instruksi tersebut berjalan, para pengecer tersebut akan dijadikan subpangkalan resmi Pertamina.

(azr/wdh)

No more pages