Kedua, smelter dengan penggunaan teknologi canggih seperti rotary kiln electric furnace (RKEF) dan high pressure acid leach (HPAL) yang dapat meningkatkan efisiensi dan kualitas produksi.
“Ketiga, perusahaan yang dapat memproduksi berbagai jenis produk nikel, seperti feronikel, nickel matte, dan nikel sulfat akan lebih fleksibel dalam menghadapi perubahan pasar,” ujarnya saat dihubungi, dikutip Rabu (23/7/2025).
Keempat, smelter yang bisa bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan besar dan berpengalaman sehingga dapat membantu meningkatkan kemampuan produksi dan meningkatkan daya saing.
Arif menekankan industri nikel sangat dinamis dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk perubahan harga pasar, kebijakan pemerintah, dan perkembangan teknologi.
Untuk itu, kata dia, perusahaan smelter nikel harus terus beradaptasi dan meningkatkan kemampuan produksi agar tetap kompetitif.
Situasi Sulit
Arif menjelaskan kondisi pasokan nikel dunia memang tengah mengalami oversupply akibat produksi nikel RI yang membanjiri pasar. Keadaan tersebut juga disebabkan karena ekonomi China, yang merupakan konsumen nikel terbesar di dunia, sedang mengalami perlambatan ekonomi.
Tekanan geopolitik dan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China juga turut memperparah kondisi pasar nikel dunia saat ini.
Akibat dari situasi tersebut, kata Arif, terjadi tekanan harga nikel dan sudah berlangsung lebih dari dua tahun terakhir.
Harga nikel di London Metal Exchange (LME) turun sebesar 46% dan Shanghai Metal Market (SMM) turun sebesar 35% sejak 2023.
“Bagi sebagian perusahaan, pelaku usaha pengolahan dan pemurnian nikel situasi ini tidaklah mudah, dan diantaranya harus melakukan pengurangan dan perlambatan produksi, serta mempengaruhi keekonomiannya,” jelas Arif.
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menuturkan smelter nikel yang bisa bertahan yakni memiliki kontrak tambang dalam jangka panjang serta kandungan bijih yang bagus.
“Satu lagi syaratnya adalah punya market yang luas tidak hanya ke China tapi ke Eropa dan AS misalnya,” ujarnya.
Bhima juga menyebut krisis industri smelter nikel diprediksi masih akan berlanjut tahun depan karena seleksi alam baru saja dimulai.
“Nah seleksi alamnya baru mulai. Gelombang penghentian operasional smelter diperkirakan berlanjut dalam beberapa tahun ke depan,” kata Bhima.
Bhima menilai hilirisasi nikel yang digaungkan pemerintah selama ini mismatch atau tidak cocok hampir di semua lini. Dia berpandangan sejatinya tutupnya berbagai perusahaan smelter sudah diprediksi sejak booming hilirisasi nikel pada periode 2016—2021.
Pada saat itu, jumlah bijih nikel diperkirakan tidak mampu memenuhi permintaan smelter. Sementara itu, jumlah izin smelter baru yang dibangun tanpa mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan.
“[Hal] yang penting saat itu atas nama hilirisasi membangun smelter dipermudah dan dimasukan dalam PSN [proyek strategis nasional],” ujarnya.
Menurut data Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), saat ini terdapat 120 proyek smelter pirometalurgi berbasis RKEF di Indonesia yang membutuhkan total 584,9 juta ton bijih nikel.
Sementara itu, proyek hidrometalurgi atau HPAL hanya sebanyak 27 dengan kebutuhan total 150,3 juta ton bijih nikel.
Diberitakan sebelumnya, industri smelter berbasis RKEF di Indonesia selama ini sudah cukup tertekan, bahkan rentan berujung pada krisis seperti yang dialami industri smelter tembaga di China.
Beberapa pemain besar di sektor ini telah melakukan penyetopan lini produksi sementara sejak awal tahun ini akibat margin yang makin menipis, bahkan mendekati nol, saat permintaan baja nirkarat China turun dan biaya produksi makin meningkat.
Anggota dewan Penasihat Asosiasi Penambang Indonesia (APNI) Djoko Widajatno mengatakan setidaknya terdapat empat perusahaan smelter nikel yang terpantau telah melakukan penyetopan sementara atau shutdown sebagian lini produksinya.
Mereka a.l. PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) dan PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) yang masing-masing beroperasi di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Sulawesi Tengah.
Lalu, Huadi PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) di Konawe, Sulawesi Tenggara dan PT Huadi Nickel Alloy Indonesia (HNAI).
(mfd/wdh)




























