Kedua, mendukung daya saing daerah melalui belanja produktif, sinergi dengan pembiayaan inovatif, dan penguatan lokal taxing power.
"Tiga, meningkatkan efektivitas peran TKD agar sejalan dengan prioritas nasional, utamanya pendidikan, kesehatan, koperasi merah putih, ketahanan pangan," jelas Eko. "Empat, menyimbangkan fiskal pusat dan daerah, yang disebut juga dengan vertical balance, serta antardaerah, horizontal balance."
Terakhir, memperkuat sinergi pemanfaatan TKD dan pajak daerah serta retribusi daerah, (PDRD), untuk pemerataan kualitas layanan publik ke daerah.
Untuk TKD TA 2026 akan mencakup tujuh jenis alokasi dana, yakni Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Otonomi Khusus dan Dana Tambahan Infrastruktur, Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, Dana Desa, serta Dana Insentif Fiskal. Seluruh alokasi tersebut akan didistribusikan berdasarkan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan pencapaian kinerja.
Pertajam Kebijakan TKD
Di sisi lain, Panja TKD DPR RI juga mengusulkan sejumlah langkah konkret untuk memperkuat dan mempertajam kebijakan TKD dalam RAPBN Tahun 2026.
Salah satu fokus utama Panja adalah perbaikan tata kelola program Makan Bergizi Gratis (MBG), di mana pelaksanaannya dinilai perlu melibatkan pemerintah daerah secara lebih aktif, terutama untuk mendukung pengawasan dan menjamin efektivitas program di lapangan.
Selanjutnya, Panja mendorong pemerintah untuk melengkapi peralatan kesehatan (alkes) di rumah sakit dan puskesmas daerah agar memenuhi standar nasional. Selain itu, menekankan pentingnya sinkronisasi antara kebijakan pendidikan wajib nasional dan kebijakan fiskal daerah melalui TKD agar daerah memiliki fleksibilitas fiskal untuk menjalankan kewajiban layanan pendidikan tanpa mengganggu belanja prioritas lainnya.
Selain itu, alokasi TKD yang bersifat on market perlu ditingkatkan agar daerah memiliki kemampuan pendanaan yang cukup, terutama dalam membiayai belanja pegawai seperti gaji Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Panja juga menyoroti bahwa skema dana alokasi khusus (DAK) untuk PPPK selama ini belum mencukupi kebutuhan riil di daerah.
"Keselarasan ini untuk mewujudkan harmonisasi fiskal dan belajar pusat dan daerah. Enam, untuk mempercepat peningkatan pembangunan desa, pemerintah perlu mempertimbangkan kenaikan dana desa sebagai upaya membangun Indonesia dari desa," jelas Eko.
Selanjutnya, Panja merekomendasikan kenaikan Dana Desa sebagai langkah strategis membangun Indonesia dari tingkat desa. Selain itu, Panja juga mendorong skema pembiayaan proyek strategis nasional (PSN) yang bersifat multi-tahun dan berdampak luas untuk disinkronkan antara pemerintah pusat dan daerah agar keberlanjutannya terjamin.
Penggunaan Dana Bagi Hasil (DBH) dari cukai hasil tembakau, perkebunan sawit, dan sumber daya alam diminta agar lebih fokus pada peningkatan kesejahteraan petani dan pekerja sawit, serta memastikan revitalisasi lingkungan berjalan optimal.
Dalam sektor kesehatan, Dana Alokasi Khusus fisik diharapkan diprioritaskan untuk pembangunan puskesmas pembantu (pustu), puskesmas, dan rumah sakit. Sementara itu, DAK non-fisik sebaiknya diarahkan pada program kesehatan ibu dan anak, imunisasi, serta promosi pola hidup sehat.
Terkait Dana Otonomi Khusus (Otsus) yang disalurkan langsung ke kabupaten/kota, Panja meminta agar kebijakan ini diikuti dengan penyederhanaan mekanisme penyaluran TKD bagi daerah-daerah lain yang masih menghadapi kendala administratif maupun sosial, seperti daerah rawan konflik.
Dana Tambahan Infrastruktur, kata Eko selaku anggota Panja, sebaiknya difokuskan untuk pembangunan infrastruktur yang memiliki efek pengganda (multiplier effect) terhadap perekonomian lokal dan dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Panja juga meminta agar program pengelolaan sampah antara Kementerian Lingkungan Hidup dan pemerintah daerah tetap dilanjutkan dan ditingkatkan. Dukungan khusus perlu diberikan kepada daerah yang memiliki keterbatasan anggaran.
Di sisi lain, Panja menyoroti perlunya regulasi yang lebih rinci mengenai tata kelola dan pendanaan Koperasi Merah Putih di desa dan kelurahan, agar keberadaannya memiliki dasar hukum yang kuat dan operasional yang jelas.
"Kebijakan TKD harus mendorong Pemerintah Daerah meningkatkan kemampuan fiskal sehingga dalam jangka panjang TKD dapat mengurangi ketergantungan daerah kepada pusat," tuturnya.
Terakhir, Panja meminta pemerintah memberikan perhatian terhadap persoalan kurang bayar Dana Bagi Hasil (DBH) yang menjadi tanggungan pusat. Penyelesaian masalah ini dinilai penting demi menjaga stabilitas fiskal daerah.
































