Logo Bloomberg Technoz

Dia menyebut Disnaker Bantaeng hingga saat ini masih menunggu perkembangan lebih lanjut ihwal situasi tersebut.

Disnaker Bantaeng, lanjutnya, juga siap memediasi perselisihan antara pekerja dan PT Huadi jika ada pihak yang dirugikan. Langkah tersebut dilakukan sesuai Undang-undang No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. 

“Kami dari pihak Disnaker terus melakukan upaya mediasi agar perselisihan industrial antara perusahaan dan eks karyawan bisa terselesaikan. Kami dari pihak pemerintah terus berupaya agar situasi yg ada sekarang bisa diakhiri tanpa ada yang merasa dirugikan,” jelasnya.

Bloomberg Technoz telah meminta konfirmasi dan tanggapan terkait dengan laporan PHK tersebut kepada Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer. Hanya saja, Ebenezer mengaku belum mendapat informasi dari bawahannya.

“Belum dapat infonya,” kata Ebenezer saat dimintai konfirmasi.

Adapun, Direktorat Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE)  Kementerian Perindustrian—selaku instansi yang menerbitkan perizinan smelter tunggal dengan izin usaha industri (IUI) — juga masih menunggu informasi terkait dengan situasi yang terjadi di PT Huadi. 

"Kami masih menunggu laporan dari Huadi, terkait dengan hal ini. Mohon ditunggu ya," kata Dirjen ILMATE Kemenperin Setia Diarta saat dihubungi, Senin. 

Dibantah Perusahaan

Di lain sisi, PT Huadi sendiri membantah telah melakukan PHK terhadap 1.200 karyawannya, seperti yang dituduhkan oleh SBIPE. 

“Perusahaan tidak pernah melakukan PHK massal sebanyak 1.200 karyawan sebagaimana yang diberitakan atau disebarluaskan tersebut yang mengatasnamakan Serikat Buruh Industri Pertambangan dan Energi,” kata HR Manager Huadi Rita Latippa saat dimintai konfirmasi, dengan merujuk pada pernyataan perusahaan, Jumat (18/7/2025).

Dalam pernyataan perusahaan, Direktur Utama PT Huadi Nickel Alloy Indonesia Jos Stefan Hideky menuturkan SBIPE kenyataannya mengajak para pekerja untuk menutup akses perusahaan, sehingga perusahaan tidak dapat melaksanakan kegiatan operasional.

Adapun, perselisihan yang diwakili oleh SBIPE sedang dalam proses mediasi tripartit yang merupakan amanat undang-undang. Namun, lanjutnya, SBIPE justru mengajak karyawan untuk menutup akses perusahaan. 

Sejak 14 Juli hingga 20 Juli 2025, menurutnya, para buruh memang melakukan unjuk rasa dengan memblokade PT Huadi.

“Ekspor kami gagal, mereka memblokir jetty dan akses pabrik perusahaan di Kawasan Industri Bantaeng yang masih merupakan Proyek Strategis Nasional [PSN],” ujar Jos Stefan.

Jos Stefan mengaku Huadi dirugikan oleh kabar dugaan PHK massal tersebut. Dia menjelaskan perusahaan juga akan mengambil langkah somasi kepada pihak yang menyampaikan informasi yang disebutnya sebagai "hoaks" itu.

Bahkan, jika tidak ditanggapi dengan baik, perusahaan akan melakukan langkah hukum terhadap pihak-pihak yang secara sengaja menyebarkan informasi bohong dan merugikan nama baik perusahaan.

“Kami bisa kehilangan kepercayaan dari mitra-mitra kami dan ini sangat merugikan,” tuturnya.

Jos Stefan jaga mengimbau para pekerja untuk tetap tenang dan tidak mudah percaya terhadap informasi yang belum diverifikasi kebenarannya.

PT Huadi Nickel Alloy Indonesia (Dok. IG @huadiindonesia)

Laporan Serikat

Secara terpisah, Ketua Serikat Tingkat Pabrik SBIPE Abdul Malik berkeras bahwa 'PHK terselubung' telah terjadi di lingkungan smelter nikel PT Huadi Nickel Alloy Indonesia dan tiga anak usahanya.

Ketiga anak perusahan tersebut yakni PT Huadi Wuzhou Nickel Industry, PT Huadi Yatai Nickel Industry, dan PT Huadi Yatai Nickel Industry Il yang semuanya bergerak di industri hilirisasi nikel. Adapun, Huadi Group beroperasi di Kawasan Industri Bantaeng (KIBA), Sulawesi Selatan.

Setidaknya, kata Abdul, sebanyak 350 buruh dari PT Huadi Whuzo dan 600 dari PT Huadi Yatai dirumahkan sejak 1 Juli 2025 tanpa surat resmi dan tanpa upah.  Sementara itu, data buruh yang dirumahkan dari PT HNAI masih terus berubah.

“Whuzo 350 [pekerja] dan yatai 600 [pekerja] yang di rumahkan tanpa kepastian. Huadi [perusahaan induk] belum jelas,” kata Abdul, Jumat (18/7/2025).

Abdul mengeklaim PHK tersebut dilakukan secara terselubung dengan dalih dirumahkan oleh perusahaan. 

Dia pun sempat mengatakan sejak akhir 2024 hingga pertengahan 2025, rentetan ketidakadilan terus dihadapi oleh para pekerja di smelter nikel tersebut; mulai dari PHK sepihak hingga dirumahkan tanpa surat resmi dan upah.

Di sisi lain, Abdul mengeklaim Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025 juga belum diterapkan oleh Huadi Group. Upah lembur pun tidak dibayar sesuai ketentuan, bahkan serikat pekerja dikesampingkan dari seluruh proses perundingan bipartit. Adapun, UMP 2025 untuk Provinsi Sulsel adalah Rp3.657.527.

“Ini bukan sekadar persoalan administrasi. Ini adalah bentuk nyata penindasan terhadap buruh di tengah industri yang dibanggakan pemerintah. Kami yang bekerja siang malam di tengah asap smelter, justru dikeluarkan begitu saja tanpa perlindungan, tanpa kejelasan,” jelasnya.

Diberitakan sebelumnya, industri smelter nikel khususnya yang berbasis rotary kiln electric furnace (RKEF) atau pirometalurgi di Indonesia yang selama ini sudah cukup tertekan.

Beberapa pemain besar di sektor ini bahkan telah melakukan penyetopan lini produksi sementara sejak awal tahun ini akibat margin yang makin menipis, bahkan mendekati nol, saat permintaan baja nirkarat China turun dan biaya produksi makin meningkat.

Anggota dewan Penasihat Asosiasi Penambang Indonesia (APNI) Djoko Widajatno mengatakan setidaknya terdapat empat perusahaan smelter nikel yang terpantau telah melakukan penyetopan sementara atau shutdown sebagian lini produksinya.

Mereka a.l. PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) dan PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) yang masing-masing beroperasi di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Sulawesi Tengah.

Lalu, Huadi PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) di Konawe, Sulawesi Tenggara dan PT Huadi Nickel Alloy Indonesia (HNAI).

Sekadar catatan, saham ⁠PT Huadi Nickel Alloy Indonesia dimiliki oleh Shanghai Huadi sebanyak 51% dan Duta Nickel Sulawesi 49%. Adapun, total investasi pembangunan pabrik pengolahan nikel perusahaan tersebut sebesar Rp5,3 triliun.

Lokasi smelter tersebut berada di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan dengan luas 150 hektare (ha) dan memulai produksi sejak 2018 dengan kapasitas saat ini mencapai 350.000 ton feronikel (FeNi) per tahun.

-- Dengan asistensi Azura Yumna Ramadani Purnama

(mfd/wdh)

No more pages