Sebagaimana diberitakan sebelumnya, ramai beredar kabar adanya dugaan kerugian konsumen sebesar Rp63 triliun akibat praktik kuota hangus, dimana Indonesian Audit Watch (IAW) pada awal Juni mendorong pelaku jasa telekomunikasi berlaku transparan atas bisnis kuota internet selama lebih dari 10 tahun.
Menurut Iskandar Sitorus dari IAW, praktik bisnis ini tidak ada pengawasan ataupun audit dari lembaga pemeriksa negara atau BPK. Padahal layanan lain seperti listrik prabayar dan e-toll yang tidak memiliki masa kedaluwarsa.
Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Sadarestuwati turut menyorot hangusnya sisa kuota internet. Ia spesifik menuding manajemen Telkomsel menjalankan praktik kejam. Ia mensejajarkan dugaan praktik serupa yang sebelumnya dijalankan aplikator ojek online, dan "di sini boleh saya katakan bahwa 'Telkomsel kejam' karena melenyapkan sisa kuota penggunannya."
Atas klaim IAW tersebut, Marwan O. Baasir Direktur Eksekutif Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) mempertanyakan kembali angka kerugian Rp63 triliun. "Cara ngitungnya bagaimana?"
Marwan lantas menjelaskan jika paket data yang diberikan kepada pelanggan memiliki batas waktu, sehingga sisa kuota tidak dapat diakumulasi ke bulan berikutnya. Ini terjadi karena penyelenggara layanan internet (ISP) berlangganan bandwith kepada Network Access Provider (NAP) yang juga berbatas waktu bulanan. "Jadi, anggapan ada sisa kuota merugikan masyarakat menurut kami kurang tepat," jelas Marwan.
Saat ini semua operator seluler, lanjut Marwan, telah memiliki paket rollover atau sistem bundling yang memungkinkan pelanggan untuk membawa kuota yang tidak habis ke bulan selanjutnya. Namun pilihan paket ini diterapkan dengan syarat tertentu, seperti perpanjangan tepat waktu dan dengan harga per giga yang berlaku khusus.
Marwan menyampaikan jika ada aturan yang mewajibkan paket rollover untuk opsel maka semua provider akan merasa senang. Sebab, harga yang lebih tinggi pada paket rollover tentu akan meningkatkan pendapatan rata-rata per pengguna (ARPU). "[Kalau produk] rollover semua harga kita, kami jamin ARPU kita berjalan," jelasnya.
Di sisi lain, Ahmad Alamsyah Saragih, Pakar Kebijakan Publik dan Mantan Anggota Ombudsman RI menyebut tidak ada kerugian secara langsung yang diakibatkan hangusnya kuota internet, "kecuali ada belanja subsidi kuota yang digunakan oleh penerima subsidi untuk membeli kuota akan tetapi hangus," jelas Ahmad dalam materi paparannya.
"Sebaliknya, jika pajak dikenakan kepada pembelian kuota, sementara pemakaian tak efektif, maka sistem perpajakan terhadap produk ini berpotensi merugikan masyarakat."
(prc/wep)
































