Kemudian David mengatakan bahwa sejauh ini penghasilannya belum terdampak akibat adanya fatwa MUI Jatim yang mengharamkan penggunaan sound horeg. Dia pun tetap berpedoman dengan aturan pemerintah dan MUI.
“Ya sejauh ini belum ada, belum ada dampak lah dari fatwa tersebut,” ujar David.
Meski begitu, dia menyebut bakal menjalankan usahanya dan memperbaiki secara perlahan terkait apa yang dinilai Komisi Fatwa MUI Provinsi Jatim salah. Misalnya, tidak akan merusak dan tidak mengganggu masyarakat.
“Semua kegiatan itu pasti ada unsur mengganggunya untuk masyarakat, enggak semuanya pasti pro, ya pasti ada pro dan kontra tapi setidaknya kita bisa meminimalisir,” tandas David.
Diberitakan sebelumnya, MUI Provinsi Jatim resmi mengeluarkan fatwa yang mengharamkan penggunaan sound horeg. Hal ini tertuang dalam Fatwa MUI Provinsi Jatim Nomor 1 Tahun 2025 tentang Penggunaan Sound Horeg.
Untuk diketahui, sound horeg adalah sistem audio yang memiliki potensi volume tinggi, biasanya fokus pada frekuensi rendah (bass). Istilah “horeg” berasal dari bahasa Jawa, yang berarti “bergetar” atau “bergerak” dan secara harfiah berarti “suara yang membuat bergetar”.
Menurut Komisi MUI Provinsi Jatim, penggunaan sound horeg dengan intensitas suara melebihi batas wajar, bisa mengganggu dan membahayakan kesehatan, dan atau merusak fasilitas umum atau barang milik orang lain. Pemutaran musik diiringi joget pria dan wanita dengan membuka aurat dan kemunkaran lain, baik dilokalisir pada tempat tertentu maupun dibawa berkeliling pemukiman warga hukumnya haram.
Selanjutnya, adu sound (battle sound) yang dipastikan menimbulkan mudarat yaitu kebisingan melebihi ambang batas dan berpotensi tabdzir dan idha’atul mal atau menyia-nyiakan harta hukumnya haram secara mutlak. Akan tetapi, Komisi MUI Provinsi Jatim memperbolehkan penggunaan sound horeg dengan intensitas suara secara wajar untuk berbagai kegiatan positif seperti resepsi pernikahan, pengajian, shalawatan dan lain-lain, serta steril dari hal-hal yang diharamkan.
“Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari diperlukan perbaikan, maka akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya,” bunyi ketentuan penutup fatwa itu, dikutip Senin (14/7/2025).
Fatwa ini telah diteken oleh Ketua Komisi Fatwa MUI Provinsi Jatim Makruf Chozin dan Sekretaris Komisi Fatwa MUI Provinsi Jatim KH Sholihin Hasan pada 12 Juli 2025 serta ditetapkan di Surabaya. Ketua Umum MUI Provinsi Jatim Moh. Hasan Mutawakkil Alallah dan Sekretaris Umum MUI Provinsi Jatim juga telah menandatangani fatwa itu.
Sebagai informasi, fatwa yang mengharamkan penggunaan sound horeg dikeluarkan karena terdapat beberapa pertimbangan. Komisi Fatwa MUI Provinsi Jatim menuturkan bahwa pada 3 Juli 2025, MUI Provinsi Jatim memperoleh surat permohonan fatwa dari anggota masyarakat perihal fenomena sound horeg di Jatim.
Selain itu, kata mereka, telah terjadi pro dan kontra perihal keberadaan sound horeg di Jatim dengan pelbagai argumentasi masing-masing, bahkan perbedaan itu berpotensi menjurus pada konflik horizontal yang sangat merugikan. Lalu, ada kelompok masyarakat yang menggalang petisi penolakan sound horeg di provinsi tersebut yang sudah ditandatangani oleh 828 orang per tanggal 3 Juli 2025.
“Bahwa oleh sebab itu, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Provinsi Jawa Timur perlu menetapkan fatwa tentang penggunaan sound horeg,” tulis mereka dalam fatwa.
(far/spt)





























