Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Menteri Agama Republik Indonesia (Menag RI) Nasaruddin Umar berencana melakukan kajian kembali ihwal kemungkinan pelaksanaan ibadah haji dan umrah menggunakan jalur laut. Alasannya, moda transportasi ini dinilai lebih murah bagi jamaah.

Saat ini inisiatif tersebut sedang didiskusikan dengan otoritas Saudi Arabia. Ia menyebut jika infrastruktur pelabuhan dan sarana transportasi laut telah tersedia, penyelenggaraan haji dan umrah lewat laut dapat menjadi pilihan yang lebih terjangkau bagi masyarakat. 

“Kalau memang itu persyaratannya terpenuhi, peluangnya sudah dibangun sekarang. Itu terbuka,” ucapnya di Jakarta, dikutip Jumat (11/7/2025).

Sebenarnya, masyarakat zaman dulu sudah menggunakan moda transportasi laut untuk melaksanaan haji dan umrah menuju Mekkah. Lalu, bagaimana mulanya sejarah haji dan umrah menggunakan kapal laut ini?

Sejarah haji-umrah menggunakan kapal laut

Menurut catatan sejarah yang dihimpun dari berbagai sumber, semangat orang Indonesia untuk menunaikan ibadah rukun Islam ke-5 ini sangat tinggi. Pada masa Hindia Belanda, perjalanan haji dilaksanakan dengan kapal laut dengan durasi perjalanan kurang lebih enam bulan. Durasi perjalanan yang panjang ini dikarenakan kapal terkadang harus singgah di beberapa pelabuhan untuk transit. 

Para jamaahpun diharuskan memiliki perbekalan yang cukup untuk hidup selama setahun. Pada masa ini kapal yang digunakan bukan untuk penumpang namun kapal untuk kargo atau pengangkutan barang. Ada juga yang menyebutkan bahwa sebelum menggunakan kapal uap, jamaah berangkat menggunakan kapal layar. 

Dalam memoar Dja Endar Moeda “Perjalanan ke Tanah Suci” tahun 1903 disebutkan jika jamaah bisa menumpang melalui kapal Inggris dari Penang atau menggunakan kapal Belanda yang berangkat dari pelabuhan Padang. 

Setelah Indonesia merdeka keadaan haji-umrah sedikit membaik. Sebab, pemerintah sudah mulai mengurus dan mengelola pelaksaan ibadah ini. Dekade 1950-an menjadi tahun pertama pemerintah memegang urusan haji dan umrah.

Pada tahun 1951, berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 53 Tahun 1951 menyatakan menghentikan keterlibatan pihak swasta dalam penyelenggaraan ibadah haji dan mengambil alih seluruh penyelenggaraan haji oleh pemerintah.

Perusahaan pelayaran PT Pelayaran Muslim menjadi satu-satunya Panitia Haji dan diberlakukan sistem quotum (kuota) pada saat itu. Namun, dalam perkembangannya, pemerintah menunjuk Yayasan Perjalanan Haji Indonesia (PHI) menjadi satu-satunya lembaga yang mengurus masalah haji.

Dilansir dari website resmi Nahdatul Ulama pada tahun 1950 Indonesia memberangkatkan sekitar 10.000 jamaah menggunakan kapal laut. Lalu, dua tahun setelahnya jumlah jamaah meningkat dan memberangkatkan 14.000 orang.

Pada tahun 1952 sebenarnya Indonesia sudah membuka opsi keberangkatan menggunakan pesawat terbang. Namun, ongkos yang harus dikeluarkan dua kali lipat dari harga kapal laut. Diperkirakan, ongkos kapal laut menuju Mekkah saat itu sekitar Rp7.500 sedangkan pesawat terbang Rp16.691. 

Perjalanan haji dengan kapal laut dari Pelabuhan Tanjung Priok menuju Pelabuhan Jeddah memakan waktu selama 16 hari atau 32 hari pulang-pergi. Selanjutnya perjalanan dilanjutkan dengan menghabiskan 48 hari di Makkah dan 8 hari di Madinah sehingga secara total jemaah haji harus menghabiskan waktu 3 bulan.

Kemudian dilansir dari laman resmi Kementerian Perhubungan jika ditelisik dari sisi kapasitas, kapal laut dinilai mampu mengangkut jamaah haji hingga 3.000 orang untuk satu kali perjalanan atau setara dengan tujuh hingga delapan kloter penerbangan pesawat.

Selain itu, daya pacu kapal buatan tahun 2.000-an, seperti jenis KM Labobar yang sekarang ini digunakan untuk mengangkut TKI bermasalah dari Jeddah, jauh lebih cepat dibandingkan kapal-kapal laut sebelumnya.

Kecepatannya bisa mencapai rata-rata 22 knot. Artinya, apabila kapal diberangkatkan dari pelabuhan Belawan Medan menuju Jeddah, hanya memakan waktu tujuh hari perjalanan atau 10 hari bila dilakukan melalui pelabuhan Tanjung Priok.

Transisi dari kapal laut ke pesawat terbang

Berkembangnya teknologi, pemerintah Indonesia pada tahun 1970-an melarang atau menghapus keberangkatan ibadah haji melalui kapal laut. Sedangkan negara lain, masih tetap melaksanakan perjalanan ibadah haji dengan kapal laut diantaranya Mesir, Sudan, Pakistan, dan India.

Pada tahun ini, sudah banyak jamaah yang mulai beralih ke pesawat terbang dan meninggalkan moda transportasi kapal laut. Tercatat pada tahun 1977, jumlah haji menggunakan kapal laut sebanyak 7.450 orang, sementara haji menggunakan pesawat terbang 12.899 orang. 

Ongkos naik haji (ONH) laut di tahun ini sebesar Rp795.000, sementara ONH udara Rp690.000. Harga kedua ONH itu sama-sama naik di tahun itu, yakni ONH laut 16% dan ONH udara 29%. 

Lalu, bagaimana perbandingan harga haji di tahun 2025 ini? Diketahui, Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1446 H/2025 M turun jika dibandingkan dengan biaya haji 2024. Kesepakatan ini dirumuskan dalam Rapat Kerja Kementerian Agama dengan Komisi VIII DPR RI pada Januari 2025 lalu.

Rapat kerja tersebut menyepakati besaran BPIH untuk setiap jemaah haji reguler rata-rata sebesar Rp89.410.258,79 dan 1 SAR sebesar Rp4.266,67. Biaya ini turun dibanding rerata BPIH 2024 yang mencapai Rp93.410.286,00. 

Indonesia pada tahun 2025 ini mendapatkan 221.000 kuota. Jumlah ini terdiri atas 201.063 jemaah reguler murni, 1.572 petugas haji daerah, dan 685 adalah pembimbing KBIHU serta 17.680 jemaah haji khusus.

(ell)

No more pages