Logo Bloomberg Technoz

Pada akhirnya, kata dia, industri domestik terpaksa akan membebankan kenaikan biaya produksi kepada harga jual di tingkat konsumen, bukan lagi denngan menekan margin industri.

Tak Sesuai

Ketua Umum Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) Yustinus Gunawan mengakui harga gas yang dijual oleh PGN kerap lebih mahal dari harga yang dipatok dalam Keputusan Menteri ESDM soal penyaluran HGBT.

“Ya, PGAS tidak mematuhi Perpres HGBT dan Kepmen HGBT US$7/MMBtu. Kami sangat keberatan karena harga tinggi menggerogoti daya saing manufaktur,” kata Yustinus Gunawan saat dihubungi.

Yustinus menuturkan perusahaan penerima manfaat membayar harga gas sesuai ketentuan atau US$7/MMBtu (million british thermal unit) hanya untuk sekitar 70% realisasi volume. Sementara itu, sisanya membayar harga regasifikasi sebesar US$16,88/MMBtu.  

“Ini bukan harga normal, ini harga abnormal untuk industri,” ujar Yustinus.

Dia menjelaskan pelanggan tidak memiliki pilihan apa pun karena tidak ada alternatif pasokan gas bumi melalui pipa selain dari PGN.

Di sisi lain, pelanggan nyaris tidak memiliki alternatif suplai energi karena semua peralatan sudah diganti dengan penggunaan gas. Apalagi bila gas bumi sebagai  bahan baku, industriawan terpaksa harus membayar harga yang ditetapkan oleh PGN.

“Tanpa pilihan, gas harus dibeli ke PGN. Take it or leave it [ambil atau tinggalkan] berapa pun harganya,” imbuh dia.

Lebih jauh, Yustinus menyebut akibat permasalahan harga gas, industri manufaktur berisiko mengalami deindustrialisasi dini, bahkan berpotensi makin diterpa gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK). Dengan demikian, kata dia, target pertumbuhan ekonomi yang dipatok sebesar 8% makin jauh tercapai. 

Untuk itu, Yustinus meminta PGN dapat mengimplementasikan Kepmen ESDM No. 76/2025 tentang HGBT dapat merealisasikan volume sebesar 100% tanpa alasan apapun.

“Karena Menteri ESDM sudah tetapkan volume dan harga, [mulai] dari sumber gas, oleh penyalur gas, PGN, sampai perusahaan pengguna,” ucapnya.

Dalam Kepmen tersebut, HGBT dibedakan berdasarkan pemanfaatan gas bumi sebagai bahan bakar sebesar US$7/MMBtu dan untuk bahan baku sebesar US$6,5/MMBtu.

Sebagai perbandingan, PGN menetapkan harga gas regasifikasi per kuartal I-2025 yakni pada periode Januari hingga Maret 2025 sebesar US$16,77/MMBtu.

Menanggapi isu tersebut, Direktur Utama PGN Arief S Handoko mengatakan pada saat Kepmen Nomor 76 dan 77 Tahun 2025 ditetapkan oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, PGN langsung menerapkan HGBT kepada pelanggan sambil menyelesaikan dokumen yang diperlukan dengan pemasok gas bumi hulu.

Akan tetapi, realisasi pasokan sangat tergantung dengan ketersediaan pasokan gas dari hulu dan kondisi operasional. PGN mengikuti kebijakan pemerintah untuk memprioritaskan pemanfaatan gas bagi konsumen HGBT.

“Pada saat terdapat pasokan gas pipa yang mencukupi, maka PGN pun akan menyesuaikan pasokan kepada pelanggan sehingga pelanggan tetap mendapatkan pasokan dengan harga yang affordable selain pasokan yang berasal dari LNG,” ujar Arief saat dimintai konfirmasi.

Terkait dengan menurunnya pasokan gas pipa yang ada apabila tidak terdapat peningkatan kondisi operasional untuk pasokan diatas volume HGBT, PGN akan menyesuaikan secara berkala karena menggunakan harga LNG yang mengikuti pergerakan harga minyak bumi dunia.

“Kami berterima kasih kepada pemerintah untuk upaya menurunkan harga LNG hulu yang juga mempertimbangkan keterjangkauan dari pelanggan untuk menjaga pertumbuhan perusahaan dan juga industri,” jelasnya.

Bagaimanapun Arief menekankan pelaksanaan HGBT sesuai Kepmen ESDM tahun 2025. PGN mendukung kebijakan Presiden Prabowo Subianto dan Menteri ESDM.

“Sehingga kurang tepat apabila dinyatakan PGN tidak mematuhi presiden,” kata Arief. 

Sebelumnya, Juru Bicara Kemenperin Febri Antoni Arief mengungkapkan PGN kerap menjual harga gas di atas dari ketentuan HGBT untuk bahan baku yang dipatok senilai US$6,5/MMbtu.

"Harga gas [untuk bahan baku] industri itu sudah ada regulasinya, namun praktiknya seringkali harga gas yang sampai kepada industri itu, ada yang yang membeli harga gas di atas US$6,5/MMbtu," ujar Febri kepada wartawan di Jakarta, Rabu (25/6/2025).

Febri pun lantas kembali mempertanyakan alasan kenapa PGN tidak bisa menyuplai harga gas khusus industri bahan baku sesuai dengan keputusan Menteri ESDM tersebut.

Hal ini kata dia, juga kerap dikeluhkan oleh kalangan industri lantaran kebijakan HGBT yang diterapkan oleh pemerintah masih belum maksimal, berikut dengan ketidaksesuaian harga perusahaan gas negara sebagai penyalur.

"Sebaiknya kawan-kawan tanya kepada BUMN produsen gas, kenapa kok mereka tidak bisa menyuplai gas untuk industri sesuai dengan putusan Presiden?" tutur dia.

(mfd/wdh)

No more pages