David Herbling- Bloomberg News
Bloomberg, Setidaknya 16 orang tewas setelah aparat kepolisian Kenya melakukan tindakan keras terhadap gelombang protes anti-pemerintah yang berlangsung di berbagai wilayah di Kenya pada Rabu (25/6/2025) menurut laporan kelompok hak asasi manusia.
Aksi demonstrasi terjadi di sedikitnya separuh dari 47 wilayah administratif Kenya untuk memperingati satu tahun peristiwa protes besar-besaran yang berujung pada penyerbuan gedung parlemen dan menewaskan sedikitnya 60 orang. Jumlah korban jiwa dari kerusuhan Rabu ini diperkirakan masih akan bertambah, menurut pernyataan dari Independent Medico-Legal Unit, sebuah lembaga nirlaba yang berbasis di Nairobi.
Penyelidikan sedang dilakukan terhadap dugaan “penggunaan kekuatan berlebihan” oleh aparat selama penanganan unjuk rasa, menurut pernyataan terpisah dari Independent Policing Oversight Authority.
Gelombang protes terhadap pemerintahan Presiden William Ruto pertama kali pecah pada Juni 2024, saat pemerintah berusaha menerapkan pajak baru sebagai bagian dari upaya menekan defisit anggaran. Sejak itu, unjuk rasa terus bermunculan secara sporadis, dipicu isu korupsi, penyalahgunaan dana publik, hingga kekerasan aparat.
Rasa frustasi yang membara terutama dirasakan generasi muda Kenya yang menghadapi minimnya peluang kerja dan melonjaknya biaya hidup. Indeks Prospek Kerja untuk Generasi Z tercatat minus 87 pada Mei, turun dari minus 77 pada Juni 2024, menurut Kasi Insights, firma analitik data yang berbasis di Afrika.
“Data ini menunjukkan krisis pasar tenaga kerja yang berkepanjangan, di mana harapan untuk mendapat pekerjaan bukan hanya rendah, tapi nyaris hilang,” tulis Kasi dalam catatan risetnya. “Bagi Gen Z, krisis ini bukan lagi sesuatu yang sedang terjadi, tapi telah menjadi kondisi hidup sehari-hari.”
Dampak dari gelombang protes turut memperlambat pertumbuhan ekonomi terbesar di Afrika Timur tersebut, yang hanya tumbuh 4,7% tahun lalu, paling lambat sejak pandemi Covid-19.
Pelarangan Siaran Langsung
Sebagai bagian dari upaya meredam protes Rabu lalu, Otoritas Komunikasi Kenya melarang siaran langsung unjuk rasa. Namun, saluran televisi kembali mengudara pada Kamis setelah pengadilan tinggi menangguhkan larangan tersebut.
“Segala bentuk pemutusan siaran harus segera dihentikan sampai ada perintah lanjutan dari pengadilan,” ujar Hakim Chacha Mwita.
Pembatasan liputan media menjadi sinyal bahwa pemerintahan Ruto tidak menunjukkan komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi maupun perlindungan kebebasan konstitusional, menurut Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ).
“Pemerintah harus menyelidiki serangan terhadap jurnalis, memastikan ada akuntabilitas, mencabut larangan siaran langsung, dan menghentikan segala bentuk sensor,” kata Direktur Regional CPJ Angela Quintal dalam pernyataan tertulis.
(bbn)