Namun demikian, menurut dia, keputusan menutup selat itu akan sangat tergantung pada seberapa jauh Iran ingin membawa eskalasi ini. “Apakah Iran ingin mengirim pesan siap perang besar dengan AS, atau justru ingin menyelesaikan ini dengan kerusakan minimal?”
Shofwan menambahkan bahwa Amerika Serikat sendiri mungkin sudah merasa cukup dengan serangan terbatas ke fasilitas nuklir Iran dan menganggapnya sebagai bentuk pemenuhan terhadap tekanan politik domestik. “Jadi, sejauh mana Iran mau lanjut, itu masih harus dilihat,” jelasnya.
Ia menekankan bahwa jika Israel terus meningkatkan intensitas serangannya dan AS tetap terlibat, maka opsi penutupan Selat Hormuz bisa menjadi kenyataan. “Itu adalah kartu yang belum dimainkan,” kata dia.
Ancaman Terorisme Digital dan Hancurnya Fungsi Negara
Shofwan juga menggarisbawahi potensi ancaman dari bentuk baru terorisme atau kekacauan jika serangan Israel makin tak terkendali. Ia menyoroti kekhawatiran bahwa Israel bisa melampaui target-target militer dan justru merusak fungsi negara Iran secara menyeluruh.
“Kita sudah melihat bagaimana Israel tidak hanya menyerang instalasi militer, tapi juga unit-unit sipil seperti saluran TV yang sedang siaran ditembak,” katanya. Bahkan, ia menyebut ada wacana untuk membom kantor-kantor polisi guna menciptakan situasi di mana negara tidak bisa berfungsi.
“Kalau state-nya tidak berfungsi, yang naik adalah kelompok-kelompok milisi di luar negara. Ini yang kita lihat, seberapa kalap Israelnya,” tambahnya.
Ia pun menilai penting bagi komunitas internasional untuk menahan agresi Israel. “Selama Israel punya impunitas, dia tidak akan terkendali. Selama tidak terkendali, dia bisa terus dorong eskalasi ini ke level yang berbahaya.”
Selain konflik bersenjata konvensional, Shofwan juga menyinggung bahaya konflik di ranah digital. Ia mengingatkan bahwa perang siber telah menjadi bagian dari ketegangan Iran–Israel sejak lama.
“Dulu salah satu cara untuk menghentikan proyek nuklir Iran itu melalui serangan siber, seperti Stuxnet,” ungkapnya. Konflik siber ini, menurutnya, akan terus berlanjut dan mungkin meningkat seiring memburuknya konflik fisik di lapangan.
(del/hps)




























