Sementara di pasar surat utang, asing mengurangi posisi kepemilikan Surat Berharga Negara hingga senilai Rp12,9 triliun selama tiga hari perdagangan pekan ini, sampai data 18 Juni lalu.
Sentimen risk-off bukan hanya merugikan harga aset di pasar keuangan RI. Eskalasi konflik Timteng ditambah sinyal hawkish terbaru dari Gubernur Federal Reserve Jerome Powell yang memperingatkan akan potensi inflasi di Amerika Serikat, bisa mengikis ekspektasi penurunan suku bunga ke depan.
Di Asia, sepekan ini semua mata uang tergerus oleh dolar, kecuali dolar Taiwan dan yuan offshore.
Melansir data Bloomberg, peso menjadi yang terburuk dalam sepekan perdagangan, dengan pelemahan sebesar 1,74%, disusul baht 1,24%, yen 0,9%, rupee 0,56% lalu rupiah 0,55%, won 0,46%, ringgit dan dolar Singapura masing-masing 0,33% dan 0,21% serta yuan Tiongkok 0,01%.
Sementara dolar Taiwan menguat 0,43% pekan ini bersama yuan offshore 0,06%.
Sentimen negatif di pasar global sebenarnya relatif sedikit mereda pada Kamis setelah muncul kabar bahwa Presiden AS Donald Trump membutuhkan waktu dua pekan untuk memutuskan apakah AS akan ikut menyerang Iran atau tidak.
Beberapa negara besar, seperti Rusia dan Inggris juga sudah mengeluarkan pernyataan agar AS tidak terlibat perang di Timur Tengah karena bisa makin melejitkan eskalasi konflik ke tingkat yang tak terbayangkan.
Juru bicara Gedung Putih Karoline Leavitt pada Kamis kemarin mengatakan dia menerima pesan yang didiktekan oleh Trump bahwa "berdasarkan fakta bahwa ada kemungkinan besar negosiasi yang mungkin terjadi atau tidak dengan Iran dalam waktu dekat, saya akan membuat keputusan apakah akan melakukannya atau tidak dalam dua minggu ke depan."
Leavitt mengatakan pernyataan Trump merupakan respons terhadap spekulasi media tentang "situasi di Iran."
Sebelumnya, laporan Bloomberg yang melansir sumber anonim pejabat senior AS menyebut, negara adikuasa itu tengah mempersiapkan kemungkinan menyerang Iran dalam beberapa hari ke depan.
Situasi masih terus berkembang dan dapat berubah, kata sumber-sumber tersebut, yang minta identitasnya dirahasiakan karena membahas pembicaraan tertutup.
Perdana Menteri Inggris Keir Starmer mendesak Presiden Trump tetap membuka jalur negosiasi terkait program nuklir Iran, dalam pernyataan paling lugas sejauh ini tentang kekhawatirannya terhadap kemungkinan aksi militer AS terhadap Teheran.
Starmer menegaskan perlunya de-eskalasi di Timur Tengah, meski sejumlah pejabat AS disebut tengah mempersiapkan kemungkinan serangan terhadap fasilitas nuklir Iran.
Keterlibatan langsung AS, yang selama ini membiarkan konflik berlangsung di bawah kendali Israel, dinilai berisiko menyeret negara-negara lain ke dalam perang, termasuk Inggris.
“Isu nuklir ini harus ditangani, tapi lebih baik diselesaikan melalui negosiasi daripada konflik. Karena itu, tujuan utama kami adalah meredakan situasi,” ujar Starmer kepada sejumlah penyiar. “Sudah beberapa kali ada pembicaraan dengan pihak AS. Menurut saya, itulah jalur terbaik untuk menyelesaikan masalah ini.”
Rusia juga menyatakan sikapnya. Negeri yang juga tengah berkonflik sengit di Ukraina sejak 2022 itu, memperingatkan AS agar tidak melancarkan serangan pada Iran karena hal tersebut dapat secara drastis mengguncang stabilitas kawasan Timur Tengah.
Peringatan ini disampaikan Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Ryabkov, pada Rabu (18/6/2025).
Dalam pernyataannya di sela-sela Forum Ekonomi Internasional St. Petersburg, Ryabkov mengatakan bahwa Moskow mendesak Washington untuk tidak ikut campur secara langsung dalam konflik Iran-Israel.
"Langkah itu akan sangat mengacaukan seluruh situasi," kata Ryabkov kepada kantor berita Interfax seperti diberitakan Reuters, seraya mengecam rencana-rencana semacam itu sebagai “spekulatif dan dugaan semata.”
(rui)

































