“Makan di luar kembali marak pada tahun 2022 ketika tempat usaha mulai buka lagi setelah pandemi,”katanya.
“Sejak saat itu, semakin sedikit orang yang makan di luar, dan mereka yang melakukannya pun semakin sedikit mengeluarkan uang. Pada saat yang sama, biaya barang, utilitas, sewa, dan gaji juga naik,”.
Tren ini diperkirakan akan terus berlanjut tahun ini karena tingginya biaya operasional.
Pada saat yang sama, sejumlah besar warga Singapura memilih bepergian daripada makan di luar, bahkan disebut bahwa restoran di negara-negara Asia Tenggara lainnya 30% hingga 40% lebih murah daripada di Singapura.
Dalam laporan Reuters yang juga mengutip dari blogger kuliner Seth Lui mengatakan penutupan tersebut bisa berdampak buruk bagi warisan kuliner Singapura.
"Kita akan mulai melihat lebih banyak konsep makanan cepat saji dan merek waralaba di mana-mana daripada memiliki konsep yang unik dan kuno."
Postingan tersebut menimbulkan banyak reaksi keras dari komentator. Bahwa sebab terbesar penutupan dari tempat usaha karena biaya sewa yang tinggi.
“Pemilik tanah yang membebankan biaya sewa tinggi untuk membayar hutang mereka sendiri,”imbuh salah satu komentar.
(dec/spt)































