Dedy juga memastikan Kawasan IMIP menggunakan teknologi yang tepat, guna menekan emisi hasil dari aktivitas smelter.
Selain itu, dia menambahkan, IMIP turut melakukan pemantauan kualitas udara secara berkala dan real- time menggunakan CEMS (Continous Emision Monitoring System) dan pemantauan manual oleh laboratorium terakreditasi dan dilaporkan ke instansi yang berwenang.
“Secara real-time juga, pemantauan kualitas udara ini langsung termonitor oleh Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLH RI,” ujarnya.
Saat ini, kata Dedy, terdapat 58 titik yang sudah terpasang CEMS. Sementara sisanya masih sedang dalam progress pemasangan.
IMIP juga melakukan upaya menekan emisi dengan menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Surya serta Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro yang masih dalam tahap penelitian.
Dalam konteks kawasan industri, tambah Dedy, instalasi pengolahan air limbah (IPAL) komunal merupakan fasilitas pengolahan air limbah yang dibangun secara terpusat untuk melayani banyak perusahaan dalam satu lokasi atau kawasan industri.
“Pada kenyataannya, di Kawasan IMIP sendiri terdapat kendala topografi pada masing-masing smelter yang tidak memungkinkan untuk dibuat sistem pengelolaan IPAL secara terpusat,” ucapnya.
Atas hal tersebut, IMIP kemudian berkonsultasi dan menyampaikan kendala itu kepada pihak KLH RI. Hasilnya, berdasarkan berita acara nomor 182/KLH-IMIP/BA/MWL/VI/2023, tertuang bahwa kawasan IMIP boleh memiliki IPAL komunal klaster.
Dedy juga menjelaskan para tenant di dalam kawasan IMIP telah melakukan pengelolaan IPAL secara mandiri, dan selanjutnya disalurkan ke kanal yang dikelola oleh IMIP.
“Kami menyadari pentingnya peningkatan pengelolaan lingkungan yang lebih baik. Upaya-upaya perbaikan lingkungan hidup di Kawasan IMIP terus dilakukan,” tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Hanif Faisol Nurofiq mengatakan kawasan IMIP terbukti melakukan pelanggaran di beberapa fasilitas yang tidak terlingkup dalam dokumen Amdal.
“Selain itu, pengawas lingkungan hidup mendapati adanya bukaan lahan seluas lebih kurang 179 hektare [ha] yang berbatasan langsung dengan areal IMIP,” kata Hanif melalui pernyataan resmi, Selasa (17/6/2025).
Hanif menegaskan IMIP selaku pengelola kawasan industri nikel tersebut wajib menaati persetujuan lingkungan dan dokumen Amdal.
Untuk itu, dia mengatakan IMIP “harus menghentikan kegiatan yang belum di lingkup dalam persetujuan lingkungannya."
Instrumen Hukum
Deputi Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup KLH Rizal Irawan menambahkan kementerian akan menerapkan multi-instrumen hukum terhadap perusahaan-perusahaan yang terbukti melanggar.
“Kami akan menerapkan sanksi administratif berupa paksaan pemerintah dan denda administratif. Selain itu, audit lingkungan terhadap seluruh kawasan industri IMIP akan kami perintahkan,” kata Rizal.
“Untuk temuan penimbunan limbah B3 tailing, proses hukum pidana dan perdata akan kami lanjutkan,” tuturnya.
Sekadar catatan, kawasan industri Morowali berada di atas lahan seluas 2.000 ha dan menjadi pusat aktivitas industri besar dengan 28 perusahaan yang telah beroperasi serta 14 perusahaan dalam tahap konstruksi.
IMIP — yang dimiliki oleh raksasa logam China, Tsingshan Holding Group Co, dan penambang lokal Bintang Delapan Group — merupakan hasil dari investasi senilai lebih dari US$30 miliar.
Berikut beberapa pelanggaran serius yang ditemukan oleh KLH/BPLH di kawasan IMIP :
1. Terdapat kegiatan berupa pembangunan pabrik dan kegiatan lainnya seluas lebih dari 1.800 ha yang berada di luar dokumen Amdal;
2. Ditemukan timbunan slag nikel dan tailing tanpai izin seluas lebih dari 10 ha dengan volume diduga lebih dari 12 juta ton;
3. Kualitas udara di wilayah industri IMIP tidak sehat dibuktikan dengan hasil pemantauan terhadap udara ambien pada parameter TSP (dust) dan PM 10 yang melebihi baku mutu. Penyebab buruknya kualitas udara tersebut di antaranya disebabkan oleh 24 sumber emisi pada tenant PT IMIP yang tidak memasang alat CEMS; dan
4. PT IMIP tidak memiliki IPAL komunal dan air limbah tidak dikelola dengan baik, sehingga mencemari lingkungan. Selain itu, tim pengawas menemukan pelanggaran lingkungan di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bahomakmur, yang belum memiliki persetujuan lingkungan. Pengelolaan air lindi dari sampah juga tidak dilakukan dengan baik dan berpotensi mencemari lingkungan sekitar.
(mfd/naw)






























