Logo Bloomberg Technoz

Di AS, sekitar 22% responden mengaku mendapatkan komentar politik dari podcaster Joe Rogan. Di Prancis, Hugo Travers menjangkau hampir seperempat generasi muda lewat konten berita berbasis video.

Platform seperti TikTok mengalami lonjakan signifikan. Hal ini juga sejalan dengan survei Pew Research pada 2024 silam yang menemukan bahwa 17% orang dewasa AS kini secara rutin menggunakan TikTok sebagai sumber berita, naik lima kali lipat sejak 2020. 

Angka ini bahkan mencapai 39% di kalangan usia 18-29 tahun. Namun, pertumbuhan ini juga dibarengi kekhawatiran akan potensi penyebaran informasi menyesatkan dan campur tangan asing, terutama karena kepemilikan TikTok oleh perusahaan China, ByteDance.

Lebih lanjut, laporan yang sama menyoroti 58% responden global merasa khawatir tidak mampu membedakan informasi yang benar dan salah secara daring. Influencer dan politisi nasional dianggap sebagai dua sumber informasi paling berisiko dalam menyebarkan disinformasi, masing-masing oleh 47% responden.

Munculnya AI generatif dan chatbot mulai memengaruhi ekosistem berita. Meski baru 7% pengguna global yang mengaku rutin menggunakan chatbot AI untuk berita, angka ini naik menjadi 15% di kelompok usia muda. Namun, mayoritas pengguna masih skeptis terhadap akurasi dan transparansi konten berbasis AI.

Di tengah fragmentasi media, merek berita tepercaya tetap menjadi rujukan penting untuk verifikasi informasi. Responden di berbagai negara masih menjadikan institusi berita publik dan sumber resmi seperti pemerintah sebagai acuan utama untuk memeriksa kebenaran informasi, meskipun audiens muda cenderung menggunakan media sosial atau AI.

Kepercayaan terhadap berita global juga relatif stabil di angka 40% dalam tiga tahun terakhir, meski masih lebih rendah dibanding masa puncak pandemi. Namun, pertumbuhan langganan digital masih stagnan.

Hanya 18% responden di 20 negara maju yang bersedia membayar untuk akses berita daring, dengan Norwegia mencatat tingkat pembayaran tertinggi (42%).

Transformasi konsumsi berita ini mencerminkan tantangan besar bagi jurnalisme tradisional untuk tetap relevan di era media digital yang semakin terfragmentasi. Di saat informasi tersedia melimpah, kemampuan memilah yang kredibel menjadi kian krusial.

(wep)

No more pages