Instrumen Hukum
Deputi Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup KLH Rizal Irawan menambahkan kementerian akan menerapkan multi-instrumen hukum terhadap perusahaan-perusahaan yang terbukti melanggar.
“Kami akan menerapkan sanksi administratif berupa paksaan pemerintah dan denda administratif. Selain itu, audit lingkungan terhadap seluruh kawasan industri IMIP akan kami perintahkan. Untuk temuan penimbunan limbah B3 tailing, proses hukum pidana dan perdata akan kami lanjutkan,” tegas Rizal.
Berikut beberapa pelanggaran serius yang ditemukan oleh KLH/BPLH di kawasan IMIP, yang dinilai berisiko mengancam keberlangsungan lingkungan di areal tersebut:
- Terdapat kegiatan berupa pembangunan pabrik dan kegiatan lainnya seluas lebih dari 1.800 ha yang berada di luar dokumen Amdal;
- Ditemukan timbunan slag nikel dan tailing tanpai izin seluas lebih dari 10 ha dengan volume diduga lebih dari 12 juta ton;
- Kualitas udara di wilayah industri IMIP tidak sehat dibuktikan dengan hasil pemantauan terhadap udara ambien pada parameter TSP (dust) dan PM 10 yang melebihi baku mutu. Penyebab buruknya kualitas udara tersebut di antaranya disebabkan oleh 24 sumber emisi pada tenant PT IMIP yang tidak memasang alat Continous Emissions Monitoring System (CEMS); dan
- PT IMIP tidak memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL) komunal dan air limbah tidak dikelola dengan baik, sehingga mencemari lingkungan. Selain itu, tim pengawas menemukan pelanggaran lingkungan di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bahomakmur, yang belum memiliki persetujuan lingkungan. Pengelolaan air lindi dari sampah juga tidak dilakukan dengan baik dan berpotensi mencemari lingkungan sekitar.
Sekadar catatan, kawasan industri Morowali berada di atas lahan seluas 2.000 ha dan menjadi pusat aktivitas industri besar dengan 28 perusahaan yang telah beroperasi serta 14 perusahaan dalam tahap konstruksi.
IMIP — yang dimiliki oleh raksasa logam China, Tsingshan Holding Group Co, dan penambang lokal Bintang Delapan Group — merupakan hasil dari investasi senilai lebih dari US$30 miliar.
Isu lingkungan di kawasan industri tersebut telah lama menjadi sorotan berbagai kalangan dan organisasi internasional.
Dikecam Luhut
Baru-baru ini, Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan mengancam usaha hilirisasi nikel, khususnya investor asal China, yang tidak mematuhi aspek environmental, social, and governance (ESG) di kawasan IMIP.
Luhut tidak menampik masih banyak pekerjaan rumah yang harus dituntaskan pemerintah dalam hal membenahi hilirisasi industri nikel.
“Kita punya masalah di Morowali, tetapi kita akan membenahinya. Saya katakan kepada investor [yang masuk ke Morowali], jika kamu tidak perbaiki, saya akan tutup. Saya beri peringatan 1, peringatan 2, lalu saya tutup industri kamu. Saya juga informasikan juga kepada kolega saya di China,” kata Luhut di sela acara Critical Minerals Conference & Expo, Kamis (5/6/2025).
Menurutnya, ketika hilirisasi nikel tidak taat dengan standar internasional maka pihak yang akan disalahkan adalah China dan Indonesia. Di sisi lain, Indonesia tidak mau menjadi korban dari investasi tersebut.
“Jika Anda tidak comply dengan standar internasional, [pihak] yang akan disalahkan adalah China dan Indonesia. Dan kita tidak mau menjadi korban dari investasi ini.”
Untuk itu, dia berharap pelaku industri nikel nasional dapat membentuk sebuah standar ESG yang selaras dan dapat diterima oleh pakem internasional juga.
“Jadi ini bukan proses yang mudah. Saya rasa sekarang justru makin sulit dengan adanya situasi geopolitik. Akan tetapi, kita bisa bekerja sama, bertukar pikiran, dan bertukar best practices. Dengan demikian, semua negara berkembang dapat memiliki poin referensi tentang bagaimana kita membangun kebijakan nasional terkait dengan mineral kritis,” jelasnya.
(wdh)
































