Logo Bloomberg Technoz

Sementara itu, pada Minggu (15/06) selain menewaskan ratusan orang, Juru Bicara atau Jubir Kementerian Kesehatan Iran Hossein Kermanpour menyebut setidaknya ada lebih dari 1.200 orang luka-luka, dengan 90 persen di antaranya yaitu warga sipil. Kementerian Kesehatan Iran mencatat korban yang tewas akibat serangan Israel 3 hari berturut-turut mencakup wanita, pria, hingga anak-anak.

“Setelah 65 jam agresi oleh rezim Zionis, 1.277 orang telah terluka. 224 [orang terdiri dari] wanita, pria, dan anak-anak telah meninggal dunia,” tulis Kermanpour di platform X, dikutip AFP, Selasa. 

Warga Palestina meembawa kotak bantuan kemanusiaan di Koridor Netzarim, Gaza bagian tengah, Kamis, (29/5/2025). (Ahmad Salem/Bloomberg)

Kelaparan, Kesehatan Mental dan Trauma

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sendiri mengutarakan dalam perang yang terjadi dalam 3 tahun terakhir, permintaan akan dukungan kesehatan mental, perawatan trauma, dan rehabilitasi meningkat.

WHO telah mendokumentasikan lebih dari 2.254 serangan terhadap layanan kesehatan di Ukraina sejak dimulainya perang skala penuh di negara tersebut tiga tahun lalu. Sistem layanan kesehatan terus menghadapi tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pada tahun 2025, serangan terhadap layanan kesehatan belum berhenti, dan kami terus mendokumentasikannya hampir setiap hari. Sebanyak 42 serangan telah tercatat pada 2025, yang mengakibatkan 12 orang terluka dan 3 orang tewas.

"Menjadi dokter di masa perang berarti pulang ke rumah setelah setiap shift dengan harapan perang ini tidak pernah terjadi dan berdoa agar semuanya segera berakhir. Orang-orang kelelahan — baik pasien maupun tenaga kesehatan. Namun, sebagai tenaga medis, kami tidak punya kemewahan untuk merasa lelah. Pasien kami membutuhkan kami untuk terus maju dan kami harus melampaui rasa lelah demi tetap memberikan perawatan yang pantas mereka dapatkan,” ujar Olha Zavyalova, dokter gawat darurat dan ahli bedah dari wilayah Dnipro.

Selain di Ukraina, perang yang terjadi di Gaza, Palestina juga menimbulkan risiko kelaparan, ditambah adanya penahanan bantuan kemanusiaan secara sengaja. 

Warga Palestina mengulurkan tangan untuk mendapatkan makanan dari dapur umum di Jabaliya, Gaza utara, Senin (19/5/202). (Ahmad Salem/Bloomberg)

Seluruh populasi Gaza yang berjumlah 2,1 juta orang menghadapi kekurangan pangan berkepanjangan, dengan hampir setengah juta orang berada dalam situasi kelaparan yang sangat parah, kekurangan gizi akut, kelaparan, penyakit, dan kematian. Ini adalah salah satu krisis kelaparan terburuk di dunia yang terjadi secara nyata saat ini.

Analisis ketahanan pangan terbaru dirilis hari ini oleh kemitraan Integrated Food Security Phase Classification (IPC), di mana WHO menjadi salah satu anggotanya.

“Kita tidak perlu menunggu deklarasi resmi kelaparan di Gaza untuk mengetahui bahwa orang-orang di sana sudah kelaparan, sakit, dan sekarat, sementara makanan dan obat-obatan hanya beberapa menit dari seberang perbatasan,” kata Direktur Jenderal WHO, Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus.

“Laporan hari ini menunjukkan bahwa tanpa akses segera terhadap makanan dan pasokan penting, situasinya akan terus memburuk, menyebabkan lebih banyak kematian dan menuju kelaparan.”

(spt)

No more pages