Adapun, mulai hari ini Bahlil juga mengumumkan telah membekukan sementara KK PT Gag Nikel, anak usaha Antam.
Menurut Bahlil, berdasarkan laporan dari Ditjen Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, terdapat lima KK yang aktif di kawasan Raja Ampat, tetapi yang sudah beroperasi baru milik anak usaha BUMN tambang tersebut.
Sementara itu, pemegang KK yang lainnya masih dalam tahap eksplorasi. “[Perusahaan] yang lain itu baru eksplorasi. Ada satu IUP [KK, red] yang juga sudah jalan, tetapi dia sudah tidak berproduksi sejak 2024 awal,” kata Bahlil.
“Agar tidak terjadi kesimpangsiuran, maka kami sudah memutuskan lewat Dirjen Minerba, untuk status daripada IUP [KK, red.] PT Gag itu kami untuk sementara kita hentikan operasinya sampai dengan verifikasi lapangan, kita akan cek,” tegasnya.
Pembekuan KK produksi tersebut berlaku sejak hari ini hingga peninjauan tim di lokasi penambangan.
Adapun, PT Gag Nikel merupakan anak usaha PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) atau Antam yang mengantongi KK dengan nomor perizinan 430.K/30/DJB/2017.
Perusahaan tersebut beroperasi di wilayah seluas 13.136 hektare (ha) di Pulau Gag, Raja Ampat; terbagi atas 6.060 ha di wilayah darat dan 7.076 ha di laut.
Bahlil menyebut pembekuan KK PT Gag tidak akan memengaruhi produksi nikel nasional, lantaran perusahaan tersebut mengantongi kuota produksi yang sangat sedikit dalam rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) yang telah disetujui Kementerian ESDM.
“Satu tahun itu RKAB-nya 3 juta ton, enggak sampai nol koma nol nol sekian dari total produksi [nasional] RKAB ini,” ujarnya.
Pertambangan nikel di areal Raja Ampat baru-baru ini mendapat sorotan Greenpeace Indonesia lantaran dituding mengganggu ekosistem di destinasi pariwisata tersebut.
Menurut Greenpeace, industri nikel dikembangkan dengan membabat hutan, mencemari sumber air, sungai, laut, hingga udara di Papua.
Organisasi tersebut juga menuding hilirisasi nikel akan memperparah dampak krisis iklim karena masih menggunakan pembangkit berbasis batu bara sebagai sumber energi dalam pemrosesannya.
“Kini tambang nikel juga mengancam Raja Ampat, Papua, tempat dengan keanekaragaman hayati yang amat kaya yang sering dijuluki sebagai surga terakhir di bumi,” kata Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Iqbal Damanik, dalam keterangan tertulis, Selasa (3/6/2025).
Melalui ekspedisi di Papua pada 2024, Greenpeace mengeklaim menemukan aktivitas pertambangan di sejumlah pulau di Raja Ampat, di antaranya di Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran.
Menurut mereka, ketiga pulau itu termasuk kategori pulau-pulau kecil yang sebenarnya tidak boleh ditambang menurut UU No. 1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil.
Berdasarkan analisis Greenpeace, eksploitasi nikel di ketiga pulau itu telah membabat lebih dari 500 ha hutan dan vegetasi alami khas.
Selain Pulau Gag, Kawe, dan Manuran, pulau kecil lain di Raja Ampat yang diklaim terancam tambang nikel adalah Pulau Batang Pele dan Manyaifun.
(wdh)




























