Logo Bloomberg Technoz

Aspek perencanaan menjadi wewenang gubernur, sedangkan aspek pengawasan dan teknis menjadi tugas Kementerian ESDM.

“Itu pun atas surat permohonan dari pemda [pemerintah daerah]. Surat dari gubernur ke Kementerian ESDM,” terangnya.

Dengan format prosedur seperti itu, Hendra tidak menampik pengawasan terhadap tambang galian C berisiko kurang optimal akibat persyaratan serta rantai koordinasi dan birokrasi yang panjang.

“Intinya memang perlu ketegasan. Dari Pak Dirjen [Minerba] juga arahannya jelas. Kalau sudah ada banyak penyimpangan, distop saja,” ujar Hendra.

Tarik Izin

Terpisah, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengaku tengah mengkaji rencana penarikan izin usaha pertambangan pada Galian C dari pemerintah daerah.

“[Hal] yang jelas itu Galian C, ini sesungguhnya izinnya kita limpahkan ke daerah, ke Gubernur. Akan tetapi, dengan kondisi kayak begini, tidak menutup kemungkinan untuk evaluasi total,” kata Bahlil kepada awak media, di Gedung Pancasila Jakarta, Senin (2/6/2025).

Dia mengatakan, Kementerian ESDM akan mengirimkan tim untuk meninjau lokasi Galian C di Cirebon. Bahkan, dia sendiri juga akan ke lokasi tersebut pada Rabu.

Lain sisi, Ketua Badan Kejuruan (BK) Pertambangan Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Rizal Kasli berpendapat pengawasan pemerintah dalam praktik pertambangan, khususnya oleh koperasi atau usaha kecil menengah, selama ini sangat lemah.

Pemerintah, padahal, sudah memiliki instrumen di Direktorat Jenderal Minerba Kementerian ESDM melalui tim teknik dan lingkungan, inspektur tambang, hingga dinas di tingkat provinsi.

“Ini dibiarkan. Ini terjadi satu single bench [jenjang penggalian] atau jenjang tunggal. Harusnya ada multi bench. Dihitung nanti kesatuan batuannya bisa berapa meter tingginya, lebar jenjangnya berapa,” ujarnya.

Dalam praktik pertambangan yang aman, lanjutnya, perhitungan aspek geomekanika dan geomekanika tanah sangat krusial. Sayangnya, tidak semua pemegang izin usaha pertambangan (IUP) skala kecil menerapkan ilmu tersebut.

Nah, kalau saya melihat ini pengawasan pemerintah lemah sekali, karena membiarkan. Ini bukan hanya di Cirebon. Di daerah lain juga banyak. Saya pernah lihat di Aceh ada, di daerah lain juga ada,” tegas Rizal.

Kebanyakan kelalaian praktik pertambangan tersebut, lanjutnya, terjadi pada areal galian batuan nonlogam, seperti kapur, tras, dan sebagainya. Menurutnya, banyak penambang yang mengeruk dari bagian bawah tanpa pengawasan yang tegas.

“Lalai pemerintah. Kalau saya menyalahkan, ini pemerintah. Pemerintah harus bertanggung jawab untuk kejadian seperti itu. Artinya, pemerintah tidak tegas. Kalau sudah melihat bahwa ini tidak benar, seharusnya distop, tidak boleh beroperasi. Kasih police line.”

Sebelumnya, longsor maut di areal tambang Galian C Gunung Kuda, Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Cirebon, Jawa Barat terjadi di wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) operasi produksi (OP) milik Koperasi Pondok Pesantren Al-Azhariyah di Gunung Kuda pada Jumat (30/5/2025) sekitar pukul 10:00 WIB.

Per 1 Juni 2025, korban tewas akibat longsor maut di tambang tersebut telah ditemukan sebanyak 19 orang, sedangkan 6 orang masih dalam pencarian dan 7 orang luka-luka.

Bukan kali ini saja tambang yang memiliki cadangan batuan tras tersebut mengalami kecelakaan. Berbagai referensi menyebut areal galian C itu setidaknya telah mengalami insiden sebanyak lima kali dalam satu dasawarsa terakhir.

Akan tetapi, tambang tersebut masih diberi izin untuk terus beroperasi. Izin terakhir tercatat diberikan pada 2020 oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Berdasarkan data perizinan di Dinas ESDM Provinsi Jawa Barat, izin tersebut diberikan berdasarkan Surat Keputusan Kepala DPMPTSP Provinsi Jawa Barat No. 540/64/29.1.07.0/DPMPTSP/2020 tertanggal 5 November 2020 dengan luas 9,16 hektare (ha), jenis komoditas tras.

Kepala Dinas ESDM Provinsi Jawa Barat Bambang Tirtoyuliono menyebut di blok tambang Gunung Kuda terdapat empat perizinan.

Satu di antaranya adalah milik Al Azhariyah, dua milik Kopontren Al Ishlah, dan satu lagi masih tahapan eksplorasi dan diduga masih satu grup dengan koperasi Al Azhariyah.

Akan tetapi, Bambang mengatakan tambang Gunung Kuda tersebut sudah tidak mengantongi dokumen RKAB sejak 2024.

Bahkan, kata Bambang, kawasan tambang tersebut telah diminta untuk menghentikan operasinya pada 19 Maret 2025, tetapi tidak dihiraukan oleh pengelola tambang.

“Maka, kejadian lah bencana insiden ini. Maka hari itu Jumat [30/5/2025] juga kami langsung mencabut izin operasi produksi secara permanen baik milik koperasi Al Azhariyah, dan juga tiga lainnya,” ujarnya melalui siaran pers Kementerian ESDM, dikutip Senin (2/6/2025).

(wdh)

No more pages