Presiden Ferdinand Marcos Jr., yang sempat merangkap jabatan sebagai Menteri Pertanian sebelum menunjuk Laurel pada November 2023, menjadikan harga pangan terjangkau sebagai agenda utama pemerintahannya. Tahun lalu, pemerintah menurunkan tarif impor beras dari 35% menjadi 15% dan menetapkan darurat ketahanan pangan pada Februari 2025. Kebijakan ini turut menekan inflasi ke titik terendah sejak 2019 dan membuka ruang pelonggaran suku bunga oleh bank sentral.
Laurel memperkirakan total impor beras Filipina tahun ini akan berada di bawah realisasi 2024 dan tidak akan melebihi 4,5 juta ton. Proyeksi ini lebih rendah dari estimasi Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) yang memperkirakan impor beras Filipina mencapai 5,4 juta ton sepanjang 2025.
Sementara itu, produksi beras domestik diperkirakan mencatatkan rekor dengan output gabah kering mencapai 20,46 juta ton.
Di sisi lain, Filipina juga melihat peluang ekspor ke pasar Amerika Serikat seiring dengan diberlakukannya tarif sebesar 17% terhadap barang Filipinak yang merupakan tarif terendah di Asia Tenggara setelah Singapura, dalam kebijakan tarif baru Presiden AS Donald Trump. Laurel menyebut kondisi ini bisa menguntungkan produk-produk laut seperti ikan nila (tilapia) dan udang asal Filipina.
“Kalau negara pesaing dikenakan tarif lebih tinggi, tentu menjadi keuntungan bagi kami,” tandasnya.
(bbn)





























