Selepas persamuhan tadi, Bahlil memastikan 18 proyek yang masuk fase pertama itu terdiri dari hilirisasi bijih nikel, bauksit, kilang, storage, perikanan, pertanian, perkebunan, kehutanan, hingga ekosistem baterai kendaraan listrik.
“Ditambah lagi kita sedang mengembangkan ekosistem baterai mobil milik Indonesia. Selama ini kan kita minoritas, jadi sekarang kita mau bikin mayoritas,” ujarnya.
Adapun, sejumlah proyek yang masuk program hilirisasi fase pertama ini bakal mulai dilaksanakan atau groundbreaking pada Juni 2025.
“Dan ini semuanya sudah kita bicarakan sudah detail sekali. Ini adalah kolaborasi antara Satgas [hilirisasi], kementerian investasi, dan kementerian-kementerian teknis lainnya,” ucapnya.
Bahlil sebelumnya pernah menjelaskan salah satu proyek utama yang akan digarap yakni pembangunan storage atau penyimpanan minyak di Pulau Nipa untuk meningkatkan ketahanan energi nasional.
Penyimpanan minyak ini ditargetkan dapat memenuhi kebutuhan nasional selama 30 hari sesuai dengan amanat Peraturan Presiden.
Selain itu, pemerintah juga akan membangun kilang minyak berkapasitas 500.000 barel per hari yang akan menjadi fasilitas pengolahan minyak terbesar di Tanah Air. Proyek ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan impor.
Di sektor gasifikasi batu bara, pemerintah menargetkan pengembangan produksi dimethyl ether (DME) sebagai substitusi impor gas minyak cair atau liquefied petroleum gas (LPG).
Menurut Bahlil, proyek DME kali ini akan dijalankan dengan pendekatan berbeda, yakni mengandalkan sumber daya dalam negeri tanpa ketergantungan pada investor asing.
"[Hal] yang kita butuh dari mereka adalah teknologinya, yang kita butuh uangnya capex-nya semua dari pemerintah dan dari swasta nasional, kemudian bahan bakunya dari kita, dan off taker-nya pun dari kita,” jelas Bahlil.
Bahlil menyebutkan bahwa proyek DME akan dikembangkan secara paralel di Sumatra Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan.
Selain DME, pemerintah juga akan meningkatkan nilai tambah di sektor pertambangan, seperti tembaga, nikel, dan bauksit hingga menjadi alumina. Sektor perikanan, pertanian, dan kehutanan pun turut menjadi bagian dari prioritas hilirisasi.
Sekadar catatan, pemerintah telah memetakan sebanyak 28 komoditas untuk dipacu hilirisasinya, guna mendatangkan potensi pendapatan negara dari investasi senilai US$618,1 miliar (sekira Rp9,79 kuadriliun) setidaknya sampai dengan 2040.
Dari 28 komoditas itu, fokus hilirisasi pemerintah dalam 5 tahun ke depan mencakup batu bara hingga rumput laut.
Selain investasi, hilirisasi 28 komoditas itu digadang-gadang bisa mendatangkan devisa ekspor US$857,9 miliar (sekitar Rp13,59 kuadriliun), produk domestik bruto (PDB) US$235,9 miliar (sekitar Rp3,73 kuadriliun), serta serapan tenaga kerja sebanyak 3,01 juta orang. Bila dikelola dengan baik, pemerintah memproyeksikan potensinya bisa mencapai Rp9.000 triliun.
(mfd/naw)