Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Serpong – Indonesia akan turut mengandalkan tambahan produksi siap jual atau lifting minyak dari ExxonMobil pada Juli—Agustus untuk mencapai target anual sebanyak 605.000 barel per hari (bph) dalam APBN 2025.

Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, Exxon yang beroperasi di Blok Cepu telah menjanjikan komitmen peningkatan lifting minyak sebanyak 30.000 bph dalam 2—3 bulan mendatang.

“Perlu kami laporkan juga, yang sudah ada komitmen Juli—Agustus itu Exxon. Lifting Exxon selama ini 155.000 bph dari total [nasional sebanyak] 600.000 bph; 60% dari Pertamina, selebihnya dari KKKS termasuk Exxon. Juli—Agustus nambah 30.000 bph, jadi bisa 185.000—190.000 bph. Ini pelan-pelan kita tarik,” ujarnya di hadapan Presiden Prabowo Subianto dalam pembukaan 49th IPA Convex di ICE BSD, Rabu (21/5/2025).

Selain dari Exxon, lanjut Bahlil, lifting minyak juga akan mendapatkan tambahan dari produksi Eni sekitar 90.000 bph pada 2027—2028.

Dia juga menyebut masih ada beberapa kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang belum melaporkan secara detail potensi kenaikan produksi siap jualnya.

“Artinya, dari potensi cadangan kita, yang akan melakukan eksplorasi di sekitar 60 WK [wilayah kerja] baru, kemudian yang sudah selesai PoD, dan yang belum tetapi tinggal tunggu launching-nya, perintah Presiden akan bisa kita jalankan bersama KKKS,” ujar Bahlil. 

Pekerja bersepeda melewati infrastruktur pengolahan minyak dan gas di Fasilitas Pengolahan Pusat Exxon Mobil Corp. Banyu Urip di Blok Cepu./Bloomberg

Pada kesempatan tersebut, Bahlil memaparkan kondisi lifting minyak Indonesia saat inni berbanding terbalik dengan masa puncak kejayaannya pada 1996—1997.

Saat itu, kata Bahlil, Indonesia bisa mencatatkan lifting sekitar 1,5—1,6 juta bph dengan konsumsi domestik hanya 500.000 bph. Bahkan, 40% pendapatan negara diperoleh dari sektor migas.

Per 2024, lifting minyak hanya tinggal 580.000 bph di tengah konsumsi yang naik menjadi 1,6 juta bph. Setiap tahunnya, Indonesia menghabisakan US$35 miliar—US$40 miliar untuk mengimpor minyak.

“Atas dasar itu, Presiden telah mencanangkan untku bagaimana caranya agar lifting kita naikkan dan harus mencapai 900.000—1 juta bph pada 2029–2030,” kata Bahlil.

Terlebih, lanjutnya, Indonesia memiliki potensi migas dari 128 cekungan, tetapi sebanayk 68 di antaranya belum digarap. 

Pembukaan Lelang

Untuk itu, Bahlil menyebut Kementerian ESDM berencana membuka lelang 60 WK migas dalam 2—3 tahun ke depan.

“Kita bisa percepat. Bahkan di beberapa area seperti di Natuna, ada gas kita 222 TCF, tetapi memiliki CO2 72%, ada yang 45%. Bahkan minyaknya ada yang 30.000 barel. Artinya, cadangan kita masih cukup luar biasa,” ujar Bahlil.

Dia mengelaborasi masih terdapat 10 WK yang sudah disetujui rencana pengembangannya atau plan of development (PoD), tetapi mangkrak. Padahal, kapasitas yang bisa diperoleh jika WK tersebut dikembangkan mencapai 31.300 bph.

“Bahkan ada yang sudah jalan sekitar 17 PoD dengan total produksi 360 juta barel minyak dan 18.351 BCF gas, ini juga belum kita jalankan. Untuk itu, kami di ESDM terpaksa melakukan hal-hal yang di luar kelaziman. Kalau tidak, lifting akan segitu-segitu saja.”

Hal-hal tersebut mencakup perubahan regulasi besar-besaran di sektor hulu migas, termasuk percepatan perizinan dan fleksibilitas skema kontrak bagi hasil.

“Bagi KKKS yang sudah kita serahkan kewenangannya, tetapi masih lambat, secara undang-undang, 5 tahun harus dicabut [izinnya dan dikembalikan] ke negara. Dan kita tawarkan ke KKKS lain yang mau kerjakan. BUMN pun bisa.”

Pada kesempatan yang sama, Presiden Prabowo Subianto menitahkan jajaran pemerintah di bawahnya untuk menyederhanakan regulasi sektor hulu migas guna mempercepat upaya pencapaian swasembada energi.

“Di bidang energi, kita juga sederhanakan. Kita mengerti potensi energi kita sangat-sangat besar. Tadi saya diberi laporan sekian puluh blok migas yang siap kita tawarkan secara besar-besaran,” ujarnya.

“[Untuk itu], saya minta badan-badan regulasi [untuk] sederhanakan regulasi. Saya ulangi, sederhanakan regulasi.”

(wdh)

No more pages