Kementerian Keuangan merespons animo itu dengan menaikkan nilai penerbitan untuk dua seri tersebut, masing-masing sebesar Rp8,3 triliun dan Rp8,75 triliun.
Namun, total nilai yang dimenangkan dalam lelang SUN hari ini malah dipangkas jadi Rp28 triliun meskipun animo pasar melonjak tajam. Nilai pemenangan lelang hari ini lebih rendah dibanding lelang sebelumnya sebesar Rp30 triliun.
Menurut pandangan analis, keputusan Kementerian Keuangan memenangkan penawaran lelang di angka lebih rendah ketimbang sebelumnya, menunjukkan bahwa posisi dana tunai yang dipegang oleh pemerintah saat ini masih banyak.
"Itu menunjukkan Kemenkeu memiliki uang tunai cukup besar untuk membayar utang jatuh tempo yang sangat besar bulan depan senilai Rp148,88 triliun," kata tim analis Mega Capital Sekuritas dalam catatannya, malam ini.
Yield lebih rendah
Animo yang besar di pasar perdana SUN berlangsung di tengah sentimen bullish yang melanda pasar surat utang beberapa waktu terakhir, terutama karena ekspektasi penurunan BI rate.
Alhasil, tingkat yield dimenangkan dalam lelang pun juga makin turun seperti tren di pasar sekunder.
Untuk seri terfavorit FR0104 misalnya, yield dimenangkan rata-rata di level 6,479%, turun dibanding yield lelang sebelumnya yang masih di kisaran 6,602%.
Level yield dimenangkan di pasar perdana tersebut, masih lebih tinggi ketimbang di pasar sekunder yang ada di kisaran 6,433% untuk tenor 5Y sampai penutupan perdagangan Selasa sore. SUN 5Y di pasar sekunder sudah mencatat penurunan tingkat imbal hasil sebesar 31 basis poin dalam sebulan terakhir.
Begitu juga untuk seri FR0103 yang pada lelang sebelumnya diberikan imbal hasil di kisaran 6,895%, pada lelang hari ini turun jadi 6,856%. Level yield hari ini untuk tenor 10Y juga lebih tinggi dibanding imbal hasil di pasar sekunder yang sebesar 6,816%.
Konsensus tak bulat
Lelang hari ini juga mempertegas ekspektasi pasar yang kian besar bahwa Bank Indonesia bakal memangkas bunga acuan menjadi 5,50%, setelah tiga bulan lamanya BI rate berada di level 5,75%.
Konsensus pasar yang dihimpun oleh Bloomberg dari survei terhadap 35 ekonom, sejauh ini masih menghasilkan angka median 5,50%.
Namun, konsensus itu tidak bulat. Sebanyak 13 ekonom dari 35 yang mengeluarkan prediksi, memperkirakan BI akan kembali menahan suku bunga acuan untuk kali ketiga, di tengah ketidakpastian global yang dinilai masih besar.
Kajian yang dilansir LPEM Universitas Indonesia juga memperkirakan BI rate kemungkinan masih ditahan lagi pada RDG kali ini.
"Inflasi dan stabilitas rupiah baru-baru ini menunjukkan adanya ruang untuk pelonggaran moneter. Namun, masih belum jelas apakah stabilitas ini akan berkelanjutan. Mengingat masih ada risiko eksternal, BI perlu mempertahankan BI rate di 5,75% dan tetap berhati-hati sampai kondisi global menjadi lebih dapat diprediksi," kata Ekonom LPEM UI Teuku Riefky.
Pasar hari ini bergerak variatif. Rupiah ditutup menguat tipis 0,09% di tengah tekanan yang dialami mayoritas mata uang Asia hari ini, ketika indeks dolar AS ditutup melemah pada sesi Asia di level 100,06.
Adapun yield SUN mayoritas terpangkas turun karena sentimen ekspektasi penurunan BI rate. Yield 2Y turun ke 6,245%,, tenor 5Y juga terpangkas 3,4 bps dan tenor 10Y turun 2,7 bps sampai perdagangan sore tadi.
Sementara, indeks saham terjegal. Kegagalan IHSG ditutup menguat hari ini mengakhiri reli yang telah berlangsung selama lima hari beruntun.
IHSG ditutup melemah 0,65% dengan saham-saham perbankan besar berbalik melemah harganya hingga jadi pemberat indeks, seperti BMRI, BBRI juga BBCA.
Investor asing membukukan net sell tipis hari ini sebesar US$ 24,7 juta, sekitar Rp406,19 miliar, setelah empat hari perdagangan terakhir membukukan net buy senilai total Rp5,4 triliun.
Kegagalan IHSG menguat hari ini, terjadi setelah laporan realisasi APBN pada April. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan dalam sidang paripurna di DPR-RI hari ini, posisi APBN pada akhir April mencatat surplus sebesar Rp4,3 triliun.
Posisi itu membalik situasi sebelumnya ketika dalam tiga bulan pertama tahun ini, APBN membukukan defisit hingga sebesar Rp104,2 triliun, setara dengan 0,43% dari Produk Domestik Bruto.
Apabila dibandingkan dengan posisi April 2024, terlihat bahwa penerimaan negara pada bulan keempat tahun ini tercatat lebih rendah 12,4%.
Sementara pengeluaran pada saat yang sama turun 5%. Artinya, surplus yang terjadi kemungkinan lebih karena upaya penghematan alih-alih penambahan penerimaan yang signifikan.
(rui)




























