"Ada pertanyaan, BRPT sebenarnya perusahaan bagus, tapi harga sahamnya sulit tembus Rp1.000/saham. Ini karena free float BRPT jauh lebih besar," jelas Sebastian dalam seminar online UOB Barito Pacific Outlook belum lama ini.
"Free Float BRPT jauh lebih besar dibanding TPIA dan BREN. Jadi, misal ada satu atau dua investor besar yang beli, harga TPIA dan BREN lebih mudah naik."
Preferensi investor juga menjadi penentu. Sebagian investor spesifik memilih saham yang fokus pada energi terbarukan atau petrokimia seperti TPIA dan BREN.
Meski begitu, bukan berarti peluang saham BRPT menuju Rp1.000/saham tertutup. Justru, saat ini harga saham BRPT menarik karena sedang terdiskon.
Sederhananya, dengan memiliki saham BRPT, maka investor secara tidak langsung juga memiliki anak usaha Grup Barito seperti TPIA dan BREN.
"Petrokimia (Grup Barito) pertumbuhannya bagus. Energi terbarukan juga bagus. Bisa beli BRPT saja, atau bisa beli tiga-tiganya karena bullish dengan Grup Barito."
Momentum PO Griya Idola, menurut Sebastian, juga bisa menjadi katalis kenaikan saham BRPT.
"Mendekati timing IPO Griya Idola, ada antusiasme di situ, seharusnya performa saham BRPT bisa menjadi lebih bagus."
IPO Griya Idola
BRPT tidak menampik ada rencana membawa entitas usahanya, Griya Idola, mencatatkan sahamnya di BEI.
Namun, manajemen ingin memastikan IPO Griya Idola harus benar-benar mendukung rencana ekspansi jangka panjang, bukan justru menjadi penghambat.
“Semua kemungkinan masih terbuka. Tapi jangan sampai setelah IPO justru nggak bisa ekspansi lagi. Jangan sampai landbank hanya mentok di 600 hektare,” ujar Head of Investor Relations BRPT, Pandhu Anugrah, Kamis (15/5/2025).
IPO Griya Idola diharapkan bisa memberikan flesibilitas perusahaan untuk terus menambah cadangan lahan serta mengembangkan kawasan baru untuk minimal 10 hingga 20 tahun ke depan.
Rencana ekspansi ini tidak hanya terbatas pada kawasan Cilegon, Banten di mana GI dan grup usaha Chandra Asri telah mengelola kawasan industri yang menyatu dengan fasilitas petrokimia. Kini, mereka juga mengincar kawasan strategis baru di Patimban, Subang, Jawa Barat.
“Patimban itu sangat strategis, dekat pelabuhan dan sudah ada investor dari sektor otomotif dan logistik yang mulai masuk. Kita tidak bisa ketinggalan,” lanjut Pandhu.
Tambah Kapasitas
BRPT sendiri terus menggeber ekspansi kapasitas energi terbarukan dan petrokimia sebagai pilar pertumbuhan utama grup ke depan.
Dalam paparan terbaru, manajemen menargetkan peningkatan kapasitas terpasang energi panas bumi dari sekitar 886 megawatt (MW) saat ini menjadi 1.000 MW dalam waktu dekat. Bahkan, BRPT membidik kapasitas hingga 2.000 MW atau 2 gigawatt (GW) pada tahun 2030 mendatang.
"Kita sekarang kira-kira 886 MW, targetnya nanti kita mau nambah ke 1.000 MW dalam waktu dekat. Tapi long term-nya kita ingin 2 GW, hopefully by 2030 bisa capai itu," kata Pandhu.
Peningkatan kapasitas ini akan dijalankan melalui anak usaha Star Energy yang selama ini menjadi tulang punggung lini energi terbarukan grup. Proyek-proyek panas bumi di wilayah Jawa Barat menjadi titik tumpu ekspansi, termasuk pengembangan wilayah kerja baru hasil lelang pemerintah.
Tak hanya sektor energi, BRPT juga menggantungkan ambisi jangka panjang pada perluasan bisnis petrokimia lewat TPIA. Perusahaan menargetkan kapasitas produksi petrokimia bisa tumbuh hingga lima kali lipat dalam dua tahun ke depan, seiring penyelesaian megaproyek kompleks petrokimia kedua (CAP2).
Saat ini kapasitas TPIA berada di kisaran 1 juta ton per tahun. Lewat CAP2, kapasitas tersebut akan terdongkrak hingga 4–5 juta ton per tahun paling lambat pada 2026.
Manajemen menargetkan, keberadaan CAP2 akan mendongkrak kapasitas akan naik 4 hingga 5 kali lipat dibanding saat ini.
(dhf)






























