Sebagian besar kendaraan yang diimpor ke AS dikenai tarif sebesar 25% sejak 3 April, sementara sebagian besar suku cadang mobil mulai dikenai tarif tersebut sejak 3 Mei. Beberapa kebijakan eksekutif mencegah tarif yang tumpang tindih, tetapi kebijakan ini diperkirakan akan menambah ribuan dolar pada harga mobil di AS.
AS merupakan pasar utama bagi produsen mobil Jepang. Selama ini, mereka mengandalkan pabrik di Meksiko dan Kanada untuk memproduksi kendaraan yang kemudian dikirim ke Amerika Serikat. Namun, tarif impor yang diberlakukan oleh Trump membuat strategi ini menjadi sangat mahal — bahkan mungkin tidak lagi layak. Akibatnya, perusahaan-perusahaan kini dihadapkan pada dilema besar dan biaya tinggi untuk merombak rantai pasokan demi menghindari tarif tersebut.
Produsen mobil Jepang kini berharap negosiasi perdagangan akan membawa angin segar, dengan perundingan dengan AS diperkirakan akan dipercepat akhir bulan ini. Perdana Menteri Shigeru Ishiba telah berjanji tidak akan menerima kesepakatan yang tidak membahas tarif otomotif, mengingat pentingnya sektor ini bagi ekonomi Jepang.
Sementara itu, perusahaan-perusahaan sudah mulai meninjau ulang operasi mereka.
Honda mengatakan pekan ini bahwa mereka menunda rencana investasi sebesar C$15 miliar ($11 miliar) untuk membangun rantai pasokan kendaraan listrik di Kanada selama dua tahun, termasuk sebuah pabrik yang mampu memproduksi 240.000 mobil per tahun. Perusahaan ini juga sudah memindahkan produksi versi hybrid dari Civic dari Jepang ke AS. Sekitar 40% dari 1,4 juta mobil yang dijualnya di AS pada 2024 merupakan mobil impor, menurut Bloomberg Intelligence.
Sementara itu, Subaru mengatakan sedang meninjau semua investasinya, termasuk pengembangan kendaraan listrik. Nissan telah menghentikan pesanan SUV buatan Meksiko untuk pasar AS, dan Mazda menghentikan ekspor satu model ke Kanada yang diproduksi di pabrik Alabama, hasil kerja sama dengan Toyota.
Untuk saat ini, Toyota tampaknya mengambil pandangan jangka panjang. Produsen ini belum mengalihkan produksi sejak tarif diberlakukan, dan CEO Koji Sato mengatakan pekan lalu bahwa pihaknya akan mempertimbangkan perluasan fasilitas produksi di AS dalam jangka menengah hingga panjang.
Kebijakan tarif ini menjadi pukulan berat bagi Nissan, yang sedang mengalami krisis terburuk dalam 25 tahun terakhir. Produsen mobil ini telah berjanji untuk memangkas 20.000 pekerjaan dan menutup tujuh fasilitas produksi.
Meskipun dengan restrukturisasi besar-besaran, Nissan saat ini sangat membutuhkan suntikan dana setelah pembicaraan untuk bergabung dengan Honda gagal awal tahun ini.
“Masalah Nissan sebenarnya bisa diminimalisir jika langkah-langkah ini dilakukan lebih awal,” kata analis senior otomotif Bloomberg Intelligence, Tatsuo Yoshida. “Dampak dari langkah-langkah ini, dibandingkan dengan apa yang dilakukan produsen lain atau bahkan langkah Nissan di masa lalu, masih belum jelas.”
(bbn)
































