Logo Bloomberg Technoz

Di pasar Asia pagi ini, mayoritas valuta Asia bergerak menguat terungkit sentimen data inflasi AS yang melegakan pasar meski tidak terlalu mempengaruhi kenaikan ekspektasi pemangkasan bunga acuan Federal Reserve. Pasar masih bertaruh The Fed hanya akan memangkas bunga acuan sebanyak dua kali tahun ini.

Namun, tingkat imbal hasil surat utang AS, US Treasury, tenor pendek 2Y telah menyentuh 4% sementara tenor 10Y kini ada di level 4,473%. Selisih imbal hasil dengan Surat Utang Negara (SUN) kian menyempit tinggal 235 basis poin. 

Penyempitan imbal hasil itu mungkin akan menahan arus masuk modal asing ke pasar SUN setelah selama bulan ini hingga data 8 Mei lalu, asing membukukan net buy SUN senilai US$ 561,3 juta.

Sudah undervalued

Mata uang di kawasan emerging Asia sejatinya saat ini dinilai sebagai kelompok aset menarik menyusul valuasinya yang sudah begitu murah, menandingi pamor mata uang emerging Amerika Latin.

Won Korsel, rupiah Indonesia juga rupee India keluar sebagai mata uang di kawasan ini yang paling undervalued, alias valuasinya jauh di bawah harga wajarnya dibanding dengan rata-rata historis, berdasarkan data yang dikompilasi oleh Bloomberg.

Terlebih di tengah perkembangan baru perang dagang yang mendingin cepat pasca kesepakatan Tiongkok-AS, yang potensial mengubah total narasi yang berjalan selama enam pekan terakhir.

Namun, bagi rupiah ceritanya mungkin tidak semudah mata uang negeri tetangga. Rupiah masih diliputi kerentanan terutama dari sisi fundamental yaitu pelebaran defisit transaksi berjalan akibat potensi tersendatnya arus masuk modal asing lebih lanjut.

Menurut Fakhrul Fulvian, Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas, kesepakatan AS-China memangkas tarif bisa membawa prospek pertumbuhan ekonomi dunia membaik. Kenaikan harga minyak dunia, menjadi salah satu indikator utama penting yang menunjukkan ekspektasi pemulihan permintaan global.

Pada Rabu pagi ini, komoditas minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) diperdagangkan di atas level US$63 per barel setelah melonjak hampir 10% dalam empat sesi sebelumnya. Sementara itu, minyak Brent ditutup mendekati US$67 per barel.

Bagi Indonesia, situasinya akan sedikit lebih sulit karena harga minyak yang mahal bisa membawa defisit neraca berjalan jadi makin lebar.

Selain itu, ketika skenario resesi global makin ditinggalkan akibat perang dagang yang mendingin, itu berarti peluang kecil juga bagi bank sentral AS, Federal Reserve, memangkas bunga acuan.

Yield US Treasury, surat utang AS, yang makin tinggi juga kebangkitan lagi indeks dolar AS, akan membuat aliran modal asing masuk ke dalam negeri kembali tersendat. Dalam jangka pendek, rupiah kemungkinan akan tertekan menurut ekonom.

"Pelemahan rupiah ke level Rp16.600/US$ adalah hal yang wajar, tapi bukan waktunya untuk membeli dolar karena secara fundamental rupiah masih bisa menguat lebih jauh menuju akhir tahun," kata Fakhrul.

Hari ini, pasar akan mencermati rilis data posisi utang luar negeri Indonesia (SULNI) juga rilis laporan Survei Penjualan Ritel yang dilansir oleh Bank Indonesia.

Pelaku pasar juga akan menunggu perkembangan proses kesepakatan Pemerintah RI dengan AS. 

Setelah mencapai kesepakatan dengan Tiongkok, AS kini mengalihkan fokus pencapaian kesepakatan dengan negara-negara di Asia, termasuk Indonesia.

Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengatakan dalam sebuah acara forum investasi di Arab Saudi hari ini, bahwa ia tengah fokus pada pencapaian kesepakatan di Asia.

"Saya fokus pada kesepakatan di Asia. Kami telah melakukan diskusi yang sangat produktif dengan Jepang. Indonesia sudah 'sangat terbuka'. Taiwan telah menyampaikan proposal yang 'sangat bagus'," kata Bessent dilansir dari Bloomberg News, Selasa (13/5/2025).

Sementara pembicaraan AS dengan Eropa disebut berjalan 'sedikit lebih lambat', namun akhirnya dua kekuatan ekonomi itu diyakini akan mencapai solusi yang 'memuaskan'.

Analisis teknikal

Secara teknikal nilai rupiah masih ada potensi melemah setelah gagal menjebol level resistance potensial, sehingga masih berada di tren pelemahan. Level support ada di Rp16.550/US$ yang menjadi support pertama dengan target pelemahan kedua akan tertahan di Rp16.580/US$.

Apabila keduanya tertembus, rupiah berpotensi melemah lanjutan dengan menuju level Rp16.600/US$ hingga Rp16.610/US$ sebagai support paling kuat.

Apabila rupiah berhasil menguat hari ini, resistance patut dicermati pada level Rp16.490/US$ dan selanjutnya Rp16.450/US$ dalam time frame daily di sepekan perdagangan ke depan, target kenaikan menuju area potensial mendekati MA-100 di Rp16.400/US$.

Analisis Teknikal Nilai Rupiah Rabu 14 Mei 2025 (Riset Bloomberg Technoz)

(rui)

No more pages