Logo Bloomberg Technoz

Setelah dua hari perundingan tingkat tinggi di Swiss, negosiator dagang dari dua ekonomi terbesar dunia itu pada Senin mengumumkan pelonggaran besar-besaran atas tarif perdagangan. Dalam pernyataan bersama yang terkoordinasi dengan cermat, AS memangkas tarif atas produk China dari 145% menjadi 30% untuk periode 90 hari, sementara Beijing menurunkan bea masuk sebagian besar barang menjadi 10%.

“Tak ada yang memperkirakan tarif atas produk China bisa serendah ini. Ini kejutan yang sangat positif,” kata Jeff Buchbinder dari LPL Financial. “Risiko tetap ada bahwa tarif bisa kembali naik setelah masa jeda berakhir, namun setidaknya skenario terburuk kini disingkirkan dari meja perundingan.”

S&P 500 menembus rata-rata pergerakan 200 harinya. Nasdaq 100 melonjak 4%. Indeks Dow Jones bertambah lebih dari 1.000 poin. Indeks saham-saham raksasa (megacaps) melonjak 5,7%. Trump menyatakan telah berbicara dengan CEO Apple Inc, Tim Cook, saat perusahaan tersebut dikabarkan mempertimbangkan kenaikan harga. Saham produsen obat juga menguat setelah investor yakin mereka terhindar dari skenario terburuk di tengah rencana pemangkasan harga oleh pemerintah.

Imbal hasil obligasi tenor dua tahun naik 11 basis poin menjadi sekitar 4%. Indeks Bloomberg Dollar Spot menguat 1%.

Grafik Nasdaq 100. (Sumber: Bloomberg)

“Negosiasi perdagangan selanjutnya mungkin akan tetap penuh gejolak — tapi jelas pemerintah AS kini mengubah nadanya, dan bagi kami, pelemahan pasar berikutnya justru bisa jadi kesempatan membeli,” tulis para analis HSBC Bank Plc, termasuk Max Kettner, dalam catatan kepada klien.

Menurut Ulrike Hoffmann-Burchardi dari UBS Global Wealth Management, sentimen positif ini menunjukkan bahwa pelaku pasar tidak memperkirakan hasil sebaik ini dalam waktu sesingkat itu. Kesepakatan tersebut juga sejalan dengan proyeksi UBS bahwa tarif efektif atas impor Tiongkok akan bertahan di kisaran 30–40%.

“Fokus investor kini tertuju pada apakah solusi sementara ini bisa berujung pada kesepakatan jangka panjang,” ujarnya.

Meski demikian, dampak perang dagang yang dipicu oleh Trump dipastikan akan terus membayangi pasar global dalam beberapa bulan ke depan. Di Jepang, Perdana Menteri Shigeru Ishiba pada Senin mengatakan pemerintahnya tidak akan menerima perjanjian awal dengan AS yang tidak mencakup kesepakatan di sektor otomotif. Kepala negosiator perdagangan Ryosei Akazawa menyebut Jepang akan terus menuntut pengecualian dari semua kebijakan tarif yang diberlakukan oleh AS.

Di China, muncul rasa lega pada Senin atas hasil cepat dari perundingan dagang antara dua negara adidaya tersebut. Indeks Hang Seng China Enterprises dan indeks utama Hang Seng Hong Kong sama-sama ditutup naik 3%.

Grafik pergerakan saham China. (Sumber: Bloomberg)

Bagi Matt Maley dari Miller Tabak, berita kesepakatan dagang antara AS dan China jelas merupakan sentimen positif bagi pasar saham. Namun pertanyaannya sekarang adalah apakah perubahan ini cukup signifikan untuk mendorong pertumbuhan laba perusahaan.

“Anggap saja ini seperti pencabutan embargo dagang, setidaknya untuk sementara waktu,” kata Callie Cox dari Ritholtz Wealth Management. “Tarif tetap tinggi, masyarakat AS kemungkinan masih akan merasakan kenaikan harga, dan perusahaan pun belum tentu langsung mengubah strategi. Namun, perdagangan antara AS dan China bisa kembali terbuka — yang berarti pengiriman barang meningkat dan rak-rak toko tidak lagi kosong, setidaknya untuk saat ini.”

Investor yang mengikuti saran Trump di media sosial selama sebulan terakhir menikmati salah satu reli terbesar S&P 500 di bawah masa kepemimpinannya.

Setelah anjlok akibat pengumuman tarif pada “Hari Pembebasan” 2 April, indeks acuan itu melejit sebulan setelah Trump menyebut bahwa 9 April adalah “waktu yang tepat untuk membeli” — hanya beberapa jam sebelum ia menangguhkan sebagian tarif terberat dalam sejarah. Ia kembali menegaskan hal itu pada 8 Mei, dengan mengatakan bahwa prospek ekonomi saat ini mendukung untuk masuk ke pasar saham.

Prediksi suku bunga The Fed. (Sumber: Bloomberg)

Dengan berita baik dari front perdagangan yang mendorong saham di awal pekan, keberlanjutan momentum kini tergantung pada data inflasi, penjualan ritel, dan laporan keuangan perusahaan, menurut Chris Larkin dari E*Trade, bagian dari Morgan Stanley.

“Masih ada perdebatan mengenai sejauh mana tarif telah mengganggu rantai pasok dan memperlambat pertumbuhan,” ujar Larkin. “Jika data mendukung narasi stagflasi, bisa saja sentimen pasar berbalik negatif. Namun sejauh ini, ekonomi masih terlihat kokoh, seperti yang disampaikan Jerome Powell pekan lalu.”

Kontrak swap yang melacak pertemuan bank sentral mendatang kini mencerminkan ekspektasi penurunan suku bunga hanya sebesar 56 basis poin hingga Desember, turun dari hampir 75 basis poin pada pekan lalu. Pelaku pasar masih memperkirakan penurunan pertama sebesar 25 basis poin akan dilakukan pada September.

Deputi Gubernur The Fed Adriana Kugler mengatakan bahwa kebijakan tarif dari pemerintahan Trump kemungkinan akan meningkatkan inflasi dan menekan pertumbuhan ekonomi, meskipun telah diumumkan adanya pelonggaran tarif atas produk China.

“Kebijakan perdagangan terus berkembang dan kemungkinan akan terus berubah, bahkan hingga pagi ini,” kata Kugler dalam pidato yang disiapkan untuk sebuah acara di Dublin, Senin. “Namun, tampaknya kebijakan ini tetap akan berdampak besar bagi perekonomian, bahkan jika tarif tetap berada di kisaran yang telah diumumkan saat ini.”

(bbn)

No more pages