Konklaf akan dimulai dengan satu putaran pemungutan suara di hari pertama, diikuti dengan empat putaran setiap harinya sampai satu kandidat meraih dua pertiga suara.
Secara teori, proses ini bisa berlangsung berminggu-minggu, bahkan lebih lama—seperti yang terjadi pada tahun 1268 yang memakan waktu hingga tiga tahun. Namun, dua pemilihan terakhir berjalan relatif cepat: Paus Fransiskus terpilih dalam pemungutan suara kelima, sementara pendahulunya, Paus Benediktus XVI, terpilih dalam putaran keempat.
Konklaf kali ini diperkirakan lebih menantang karena Paus Fransiskus telah memperluas jumlah kardinal elektoral—yakni mereka yang berusia di bawah 80 tahun—menjadi 133 orang dari 70 negara. Sebagai perbandingan, saat Paus Fransiskus terpilih, jumlahnya hanya 115 dari 48 negara. Jumlah dan keberagaman peserta ini membuat spektrum pandangan dan kepentingan makin luas, sehingga potensi tercapainya konsensus menjadi lebih sulit.
Tradisi konklaf sudah berlangsung sejak abad ke-13, saat kepausan merupakan kekuatan politik penting di Eropa dan negara-negara besar berupaya memengaruhi hasilnya. Untuk menjaga independensi para kardinal, proses pemungutan suara tetap dilakukan secara rahasia. Para peserta dilarang menggunakan ponsel, membaca koran, menonton televisi, atau menjalin kontak dengan dunia luar yang bisa memengaruhi keputusan mereka.
Sementara itu, suasana berbeda akan terlihat di luar Vatikan. Dua kali sehari, umat akan berkumpul di Lapangan Santo Petrus di Roma menanti hasil pemungutan suara, memperhatikan cerobong kecil di atap Vatikan yang akan mengeluarkan asap hitam dua kali sehari hingga keputusan tercapai.
Asap tersebut berasal dari pembakaran surat suara. Untuk menghasilkan asap hitam, digunakan campuran kalium perklorat, hidrokarbon dari tar yang dikenal sebagai antrasena, dan belerang. Sementara asap putih berasal dari campuran kalium klorat, laktosa, dan resin, menurut pernyataan kepala bagian pers Takhta Suci.
Namun, meski asap putih telah muncul, umat tetap harus menanti hingga seruan “Habemus Papam” atau “kita punya Paus” terdengar dari balkon, disusul nama Paus baru yang kemudian akan menyapa umat dari atas.
Kandidat Terkuat
Beberapa kardinal yang dianggap sebagai kandidat utama antara lain Pietro Parolin, seorang warga Italia yang kini menjabat Sekretaris Negara Vatikan dan dikenal akan kemampuan diplomatiknya.
Ada juga Peter Turkson dari Ghana, yang dikenal memiliki pandangan progresif soal keadilan sosial dan hak asasi manusia. Selain itu, Luis Tagle, kardinal asal Filipina yang mendukung inklusivitas dalam Gereja, juga menjadi nama yang disebut-sebut. Jika terpilih, Turkson akan menjadi Paus kulit hitam pertama dari Afrika, sedangkan Tagle akan menjadi Paus pertama dari Asia.
Dari kubu konservatif, nama Raymond Leo Burke juga mencuat. Mantan Uskup Agung St. Louis ini dikenal sebagai pengkritik keras Paus Fransiskus dan jika terpilih, akan menjadi Paus pertama yang lahir di Amerika Serikat.
Sementara itu, Presiden AS Donald Trump secara terbuka menyebut Uskup Agung New York, Timothy Dolan, sebagai pilihannya untuk Paus. Namun, Dolan saat ini tidak dianggap sebagai kandidat kuat di antara para kardinal.
Trump sempat menuai kritik keras dari umat Katolik setelah mengunggah gambar hasil AI dirinya mengenakan pakaian Paus. Dolan pun mengomentari unggahan tersebut kepada wartawan di Roma, “Itu tidak pantas,” katanya singkat.
Bagi kandidat yang benar-benar berpeluang, proses pemilihan ini, berdasarkan sejarah, kerap sulit diprediksi.
Bursa taruhan William Hill di Inggris menjagokan Parolin dengan peluang 9/4, diikuti Tagle 3/1 dan Turkson 6/1. Kandidat lain yang masuk daftar adalah Matteo Zuppi, yang dikenal karena misi kemanusiaannya termasuk di Ukraina, serta Pierbattista Pizzaballa, seorang Fransiskan yang menjabat sebagai Patriark Latin Yerusalem. Dari kubu konservatif, Kardinal Peter Erdo dari Hungaria juga masuk bursa dengan peluang 10/1.
Konklaf secara resmi dimulai dengan seruan “extra omnes” dalam bahasa Latin—artinya “semua keluar”—yang diteriakkan oleh master upacara liturgi. Setelah itu, keputusan akhir berada di tangan para kardinal dan suara hati mereka, saat mereka memilih di bawah lukisan fresco Pengadilan Terakhir karya Michelangelo.
(bbn)

































