Dia beralasan standar itu memperhitungkan median Pendapatan Nasional Bruto (Gross National Income/GNI) dari negara berpendapatan menengah ke atas.

Seperti diketahui, batas GNI negara berpendapatan menengah ke atas berada pada rentang US$4.466 sampai US$13.845.
“Indonesia kan posisi upper middle income-nya kan masih di bawah US$4.850, padahal batas upper middle income itu GNI per capita-nya dari US$4.500 sampai US$14.000. Indonesia di US$4,800, tidak bisa pakai median upper middle income,” tuturnya.
Dalam hal ini, Amalia menerangkan standar garis kemiskinan Indonesia dihitung dengan mempertimbangkan angka kemiskinan serta garis kemiskinan yang berbeda-beda dari setiap provinsi.
Atas alasan tersebut, dia menyatakan BPS dapat menunjukan perbedaan standar hidup dari masing-masing daerah di Indonesia.
Misalkan, dia mencontohkan, standar hidup di Jakarta tidak akan sama dengan wilayah Papua Selatan, sebab masing-masing daerah memiliki garis kemiskinan yang berbeda.
“Sehingga waktu kita menghitung angka kemiskinan, basisnya bukan national poverty line, tapi angka kemiskinan di masing-masing provinsi yang kemudian kita agregasi jadi angka nasional,” klaim dia.
Beda standar tersebut lantas menghasilkan perbedaan data penduduk miskin di Indonesia di mana dalam laporan Macro Poverty Outlook April 2025, Bank Dunia memberikan estimasi angka penduduk miskin di Indonesia mencapai 60,3% pada 2024.
Dalam laporan yang sama, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 285,1 juta pada 2024. Maka, 60,3% penduduk miskin tersebut setara dengan 171,9 juta penduduk.
Bank Dunia menggunakan ambang batas garis kemiskinan negara berpendapatan menengah ke atas adalah pengeluaran US$6,85 per kapita per hari.
Dalam hal ini, PPP yang ditetapkan untuk Indonesia sebesar Rp4.756 pada 2017, maka ambang batasnya sekitar Rp32.578 per kapita per hari atau Rp977.358 per kapita per bulan.
Di sisi lain, Bank Dunia memberikan estimasi angka penduduk miskin di Indonesia hanya mencapai 15,6% pada 2024, apabila dihitung berdasarkan ambang batas garis kemiskinan negara berpendapatan menengah ke bawah. Angka ini setara 44,4 juta penduduk.
Kemudian, BPS mencatat persentase penduduk miskin pada sebesar 8,57% pada September 2024, menurun 0,46% poin terhadap Maret 2024 dan menurun 0,79% poin terhadap Maret 2023.
Alhasil, BPS mencatat jumlah penduduk miskin sebesar 24,06 juta orang pada September 2024, menurun 1,16 juta orang terhadap Maret 2024 dan menurun 1,84 juta orang terhadap Maret 2023.
Dalam hal ini, BPS mencatat garis kemiskinan sebesar Rp595.242,00/kapita/bulan pada September 2024.
Hal ini menggunakan komposisi garis kemiskinan makanan sebesar Rp443.433 (74,50%) dan garis kemiskinan bukan makanan sebesar Rp151.809 (25,5%).

(azr/naw)